Belasan demonstran yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa mendatangi Polres Majene, Jum’at (19/2/2016). Mereka menuntut Polres agar mengusut tuntas kasus dugaan penipuan terhadap penerimaan CPNS dari honorer kategori 2 (K2).
Menurut koordinator lapangan aksi demo, Hian Linahdi, dalam kasus ini, honorer K2 diminta untuk mengumpulkan uang sebanyak Rp. 25 juta sebagai pelicin agar lulus penerimaan CPNS. Tak sampai disitu, honorer yang dinyatakan lulus kembali dimintai uang Rp. 25 juta.
"Komplotan mafia K2 ini harus dibongkar dan diberikan sanksi hukum, sebab ini bisa menjadi kebiasaan apabila tidak ditindaklanjuti sesegera mungkin. Korban honorer K2 ini berjumlah 200 orang dengan masing-masing membayar Rp.25 juta perorang. Dana terkumpul mencapai Rp. 3 Milliar dan ini sudah diakui mantan kepala BKDD, Fatta Katta," kata Hian dalam orasinya.
Demontran melakukan aksi di tiga lokasi berbeda di Majene. Yakni di depan kantor BKDD, Tugu Pahlawan, dan depan Polres Majene.
Koordinator Masyarakat Transparan Mandar (Matraman), Aziil Anwar yang juga tergabung dalam aksi ini, mengatakan perilaku suap menyuap di Majene harus ditiadakan. Pasalnya, budaya suap tersebut menodai budaya Mandar.
"Mereka itu predator semacam Andi Arsia. Kan dia yang kumpulkan uang yang 13 orang dengan membayar Rp. 25 juta perorang. Ini merusak sendi-sendi ‘malaqbi’ di Mandar ini. Sekarang orang jadi terbiasa, seperti kalau mau naik pangkat bayar, mau masuk pns bayar, saya juga PNS saya tetap golongan II D karena tidak mau membayar begitu," kata Aziil.
Kasat Reskrim Polres Majene, AKP Achmad Jubaidi berada di Makassar saat demo berlangsung. Ketika dihubungi via telpon, ia hanya menjawab, "sementara dalam rapat", lalu komunikasi terputus.Tapi berselang beberapa jam kemudian, AKP Achmad Jubaidi mengirim pesan singkat (sms).
"Sampai saat ini belum laporan. Kami sudah melaksanakan penyelidikan dengan melakukan klarifikasi terhadap 11 saksi korban dan terduga pelaku, Fatta Katta. Serta mengumpulkan alat bukti kwitansi dari para korban. Kami juga melakukan lidik terhadap Hendrik yang diduga menerima dana dari Fatta Katta," petikan pesan singkat AKP Jubaidi, Jum’at (19/2/2016) pukul 20.13 wita.
Masih dalam pesan singkat tersebut, AKP Achmad Jubaidi menulis bahwa pihak Reskrim sementara mengkaji kasus ini, masuk sebagai tindak pidana korupsi atau pidana umum. Ia menyarankan kepada korban untuk buat pengaduan (laporan) serta mengumpulkan keterangan saksi lain.
Sebelum Mandar News menerima pesan singkat dari Kasatreskrim Polres Majene, AKP Achmad Jubaidi, salah satu korban, Saripuddin, mengaku telah melaporkan ke Polres Majene terkait kasus dugaan penipuan yang dialaminya. Dia meminta kepada kepolisian untuk menelusuri kasus ini agar uang miliknya bisa kembali.
"Saya sudah melapor secara resmi tadi di Polres. Uang sebenarnya yang utama, Saya berharap agar ditelusuri supaya uang saya kembali," kata Saripuddin yang juga ikut dalam aksi demo ini.
Menurut Satpam SMAN 1 Sendana ini, uang yang dipakai untuk membayar berjumlah Rp. 25 juta itu merupakan uang yang dipinjam dari temannya. Teman yang ditempati meminjam uang juga sudah menuntut agar uangnya dikembalikan.
"Pihak yang ditempati pinjam uang juga sudah menuntut saya karena mereka juga butuh uang mereka untuk biayai kuliah anak-anaknya. Saya mau ganti tapi ambil dari mana, saya hanya honorer yang digaji Rp. 300 ribu per bulan. Itu pun dibayar per triwulan," katanya.
Demonstran mengancam akan turun kembali melakukan aksi dengan jumlah yang lebih banyak jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. "Kami beri waktu dua minggu Polres untuk menetapkan tersangka. Apa lagi yang mau dicari? Kalau tidak kami akan turun kembali demo dengan jumlah massa yang lebih banyak," kata Hian. (Irwan)