
Oleh: Erwin (JOL)
100 hari berlalu sejak pelantikan Bupati Polewali Mandar, H. Samsul Mahmud.
100 hari yang dijanjikan sebagai tonggak perubahan, kerja cepat, dan kepemimpinan yang responsif.
Namun, yang dirasakan rakyat justru sebaliknya: kebijakan tidak menyentuh akar, program tidak berwujud nyata, dan pemimpin yang enggan menemui warganya sendiri.
Pada 11 Juni 2025, Jaringan Oposisi Loyal (JOL) turun ke jalan untuk menagih realisasi 100 hari kerja yang sejak awal dikoar-koarkan Pemkab sebagai prioritas.
Tapi, seperti kebanyakan janji politik lainnya, kenyataannya nihil. Tak satu pun program prioritas yang dianggap benar-benar berjalan.
Bupati Samsul Mahmud tak datang. Tak ada wajah pemimpin yang tampil di depan rakyat yang menggugat.
Ia tak berdiri di podium, tak membuka dialog, bahkan tak menampakkan batang hidung. Yang terjadi justru sebaliknya.
“Bupati Polewali Mandar takut bertemu dengan massa aksi. Dia lebih memilih bersembunyi di ruang ber-AC, sibuk berdagang kakao,” kata salah satu orator, disambut sorakan geram massa.
Ketidakhadiran itu bukan sekedar absensi. Ia adalah bentuk peremehan terhadap ruang demokrasi.
Massa yang datang dengan itikad baik justru diperlakukan sebagai gangguan, bukan sebagai pemilik suara yang sah dalam demokrasi lokal.
Padahal, Sekda, Asisten I, dan sejumlah kepala OPD sempat menemui massa.
Mereka pun menjanjikan jadwal pertemuan resmi dengan Bupati pada Senin, 16 Juni.
Tapi, hingga pekan berikutnya, janji itu menguap, tak ada pertemuan, tak ada penjelasan.
“Kami datang, kami tunggu, kami pulang dengan tangan kosong. Janji itu sama kosongnya dengan program-program mereka. Hanya kemasan, tanpa isi,” kata juru bicara JOL.
Komando Pusat JOL telah berupaya menghubungi Sekda untuk meminta klarifikasi ihwal jadwal pertemuan dan kesediaan Bupati menemui massa. Namun, hingga saat ini, tidak ada balasan.
Sunyi.
Program 100 hari pasangan ASSAMI (Samsul Mahmud–Andi Nursami Masdar) kini lebih tampak seperti panggung pencitraan. Penanganan sampah tetap semrawut. Transparansi anggaran masih gelap. Ruang partisipasi publik sempit.
Yang rajin hanyalah akun media sosial resmi pemerintah, menampilkan aktivitas yang jauh dari masalah mendasar rakyat.
Bagi JOL, aksi ini bukan sekadar demo. Ini mengingatkan bahwa kekuasaan tanpa tanggung jawab adalah kediktatoran yang dilumuri dengan senyuman. Bahwa rakyat bukan penonton yang hanya diberi janji. Mereka pemilik sah pemerintahan.
Dan jika seorang bupati tak mampu berdiri di hadapan rakyat pada hari ke-100 masa jabatannya, maka hari ke-101 seharusnya jadi hari evaluasi total, bukan perayaan pencitraan.