Enam bulan terakhir ini, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene disibukkan dengan delik aduan pisah ranjang pasangan suami istri. Motif aduan juga bervariatif, mulai dari soal orang ketiga hingga persoalan ekonomi. Namun sebagian besar aduan tersebut tak bisa dielakkan, sehingga terpaksa berita acara pemeriksaan (BAP) disorong ke pihak Pengadilan Agama (PA).
Sejak bulan Januari hingga Juni, rata-rata aduan kasus pisah ranjang ditangani KUA Banggae timur sebanyak 20 – 25 pasangan suami istri.
Apakah pihak KUA Kementerian Agama (Kemenag) Majene tidak melakukan upaya preventif, justru upaya tersebut nyaris tak digubris pasangan suami-istri. Perseteruan dalam rumah tangga juga berimbas kepada keturunan mereka.
Tak dipungkiri KUA Banggae timur mengalami berbagai kendala, seperti upaya konfrontir kedua belah pihak di kantor KUA Banggae Timur, sulit terwujud. Surat panggilan yang dilayangkan ke salah satu pasangan suami istri juga tidak diindahkan. Akibatnya, gugatan untuk pisah ranjang terpaksa disodor ke meja PA sebagai jalan terakhir.
Fenomena seperti ini perlu mendapat perhatian berbagai kalangan. Mereka yang dirundung masalah rumah tangga kerap berakhir di meja hijau. Bahkan tidak terelakkan, harta gono-gini pun diumbar di depan hakim PA.
Kasus perdata berimbas pula dengan pidana, apalagi kasus pisah ranjang ini bersinggungan dengan soal privasi. Anehnya, dari 120 kasus pisah ranjang ditangani KUA Banggae Timur, sebagian besar dilandasi akibat profesi yang digeluti pasangan. Bahkan ada diantara kasus yang ditangani ini, sang istri gugat cerai karena malu suaminya bekerja sebagai penjual pulsa elektrik di pinggir jalan.
Beban psikologis seperti ini dijadikan sebagai dasar untuk ajukan gugatan cerai dengan suami. Sebaliknya, ada pula gugatan cerai diajukan sang suami karena merasa minder dengan istrinya. Posisi istri yang menduduki jabatan dalam sebuah pekerjaan, menjadi pemicu suami merasa tidak terkontrol. Rumah tangga mengalami gonjang-ganjing karena peran istri sudah diluar kodratnya.
Padahal usia pernikahan pasangan yang ajukan perceraian lebih dari 10 tahun. Dampak yang timbul dari ulah pasangan suami istri ini berimbas kepada anak. Sang anakpun terpaksa dititip kepada nenek untuk mendapat perhatian khusus.
Rentang waktu yang begitu singkat, sekitar 6 bulan terakhir ini menjadi bahan Kemenag Majene untuk melakukan upaya rekonsolidasi. Melalui petugas BP4, pihak Kemenag Majene berupaya mengurangi kasus yang marak terjadi di daerah ini. Apakah ini sudah menjadi trend atau kecenderungan melakukan pisah ranjang. Diskusi lepas antara wartawan media ini dengan Kepala KUA Banggae Timur, Syahid, S.Ag. diruang kerjanya, baru-baru ini. Ia mengakui jika fenomena yang terjadi sejak enam bulan terakhir di daerah ini adalah delik aduan pisah ranjang yang dominan diajukan dari pihak kaum hawa.
Fenomena seperti ini menurut suami anggota DPRD Majene periode 2004-2009 perlu mendapat terapi rohani. Bukan karena gelap mata sehingga bertindak seperti itu, namun secara psikologis emosional yang diluar selfcontrol menjadi sebuah keputusan yang keliru.
"Kita akan melakukan terus pendekatan religius kepada masyarakat, imbauan dalam bentuk apapun dilakoni meski terkesan dinilai menggurui pun Kami tetap bekerja sesuai tugas dan fungsi KUA ditengah masyarakat," tegasnya.
Ia berharap langkah ini bisa sukses dan target untuk menciptakan keluarga sakinah ma waddah wa rahmah terwujud dengan sedikit demi sedikit. (ahm)