Pemerintah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat kembali menggelar Festival Sayyang Pattu’du atau kuda menari, Sabtu 13 Agustus 2016. Festival tersebut rutin digelar setiap tahun. Itu merupakan salah satu cara untuk mempertahankan budaya asli Mandar, khususnya di Majene.
"Ini dalam rangka mempertahankan kearifan lokal, perlu kita lestarikan dan itu kewajiban Pemkab. Makanya digelar setiap tahun," kata Bupati Majene, Fahmi Massiara.
Tak kurang dari 40 kuda yang memeriahkan festival budaya yang digelar dalam rangkain peringatan Hari Jadi Majene ke 471 dan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 71 tahun. Rombongan peserta dilepas Fahmi Massiara di Stadion Prasamya Majene.
Sepanjang perjalanan, ribuan pasang mata menyaksikan iring-iringan sayyang pattu’du’ yang dikendarai wanita Mandar dengan tabuhan rebana. Puisi Mandar atau Kalinda’da’ bersahut-sahutan saat tabuhan rebana berhenti ditabuh.
Ada yang berpuisi tentang kecantikan wanita yang duduk diatas punggung kuda kuda dan ada juga yang berpuisi tentang pendidikan, pemerintahan dan agama. Saat tiba dipanggung kehormatan, Gedung Boyang Assamalewuang, rombongan kemudian menunjukkan kebolehannya didepan Bupati, Wakil Bupati, unsur Muspida, kepala SKPD dan dewan juri.
Dalam festival tersebut, antusiasme masyarakat untuk menyaksikan dari dekat sayyang pattu’du’ sangat tinggi. Bahkan, pihak keamanan sempat kewalahan menangani warga yang masuk dalam area pertunjukan.
Festival Sayyang Pattu’du tahun ini diikuti pelajar hingga mahasiswa. Dari sekolah dasar 8 rombongan, sekolah menengah pertama 7 rombongan, sekolah menengah atas 4 rombongan dan dari perguruan tinggi 1 rombongan. Setiap rombongan, terdapat dua kuda menari yang dikendarai dua pasang wanita cantik.
Festival ini sangat diminati warga lokal Majene maupun luar Majene. Oleh karena itu, diharapkan budaya leluhur Mandar ini bisa dilestarikan secara turun temurun. (Irwan)