Majene, mandarnews.com – Puncak peringatan hari jadi majene (HJM) yang ke – 474 jatuh pada Kamis (15/8). Pada hari puncak HJM diawali dengan sidang paripurna bertema “Saraq Makkeadaq Adaq Makkesaraq” yang dilaksanakan di pendopo Rujab Bupati Majene.
Suasana di tempat peringatan kental dengan nuansa etnik Mandar. Musik tradisional Mandar, “Passayang-sayang”, terus dilantunkan sebelum acara dibuka secara resmi oleh ketua DPRD kab. Majene, Darmansyah.
Menepati janjinya, Drs. Darmansyah menyampaikan orasi budaya mengenai sejarah penetapan HJM, penamaan Majene, dan makna kata “Assamalewuang” dan “Lita’ Pembolongan”.
Darmansyah mengulas, penetapan tanggal 15 dipakai sebagai tanggal hari Majene sesuai dengan hasil seminar yang diadakan selama kurang lebih sepuluh tahun. Seminar yang terakhir diadakan di Hotel D’maleo di Makassar dihadiri beberapa tokoh, diantaranya Alm. Prof. Mahmud Hasanuddin dan Rahmat Hasanuddin. Mahmud Hasanuddin berharap agar penetapan tanggal HJM dijatuhkan pada tanggal 15 sesuai dengan penetapan tanggal afdeling Belanda di Mandar.
Untuk penetapan bulan Agustus yang diambil sebagai bulan HJMÂ karena pada bulan tersebut terjadi aksi penyerbuan yang dilakukan Ammana Wewang dan Ammana Pattolawali terhadap residen Belanda. Di sisi lain, hari kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada bulan Agustus juga merupakan alasan mengapa Agustus dipilih menjadi bulan HJM, karena Majene juga merupakan bagian dari NKRI.
Sedangkan untuk penetapan tahun 1545 sebagai tahun HJM alasannya, pada tahun itu merupakan tahun kejayaan atau puncak keemasan raja – raja yang ada di Mandar. Alasan lainnya, tahun itu merupakan tahun berdirinya raja pertama yang ada di Sendana, Banggae, Pamboang serta kerajaan – kerajaan lain yang ada pada pemerintahan tradisional Majene.
“Itulah sebab tanggal 15 Agustus 1545 menjadi alasan penetapan hari jadi Majene,” kata ketua DPRD Majene itu.