
Dr. Amin Hady, Lc., M.A., tokoh Muslim Indonesia yang kini aktif di Australia sebagai Founder and Chairman of the Foundation of Islamic Studies and Information (FISI), serta Religious Adviser to the Australian Federation of Islamic Councils (AFIC) menyampaikan materi dalam kuliah umum yang digelar Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar , Jumat, 13 Juni 2025.
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar menggelar kuliah umum bertema “Kesehatan Islam, Kini dan Nanti: Narasi Australia”, (Jumat, 13 Juni 2025). Acara yang berlangsung di Kampus I UIN Alauddin ini menghadirkan narasumber utama Dr. Amin Hady, Lc., M.A., tokoh Muslim Indonesia yang kini aktif di Australia sebagai Founder and Chairman of the Foundation of Islamic Studies and Information (FISI), serta Religious Adviser to the Australian Federation of Islamic Councils (AFIC).
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Dekan FKIK UIN Alauddin Makassar, Dr. dr. Dewi Setiawati, M.Kes., Sp.OG., dan dipandu oleh Ketua Prodi Pendidikan Dokter, dr. Nurhira Abdul Kadir, MPH., Ph.D. yang juga merupakan lulusan University of New South Wales (UNSW), Australia. Ratusan mahasiswa dari berbagai angkatan turut hadir, memenuhi ruang kuliah umum dengan semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi.
Dalam kuliahnya, Dr. Amin Hady mengawali dengan mengajukan pertanyaan sederhana namun penting: apa hubungan antara Indonesia dan Australia? Selama ini, banyak yang menganggap hubungan kedua negara hanya sebatas kedekatan geografis, karena terpisah oleh Laut Timor dan Samudra Hindia. Namun menurutnya, relasi antarnegara dan antarmanusia seharusnya tidak hanya dibatasi oleh faktor lokasi atau hubungan diplomatik, tetapi dibangun atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang lebih dalam.
Beliau mengajak para mahasiswa untuk memahami pentingnya nilai Islam dalam membangun relasi sosial, baik di tingkat lokal maupun global. Ia mencontohkan bagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menekankan pentingnya memperlakukan tetangga dengan baik. Bahkan, karena seringnya Malaikat Jibril menyampaikan pesan tentang hak-hak tetangga, Rasulullah pernah mengira bahwa tetangga akan masuk dalam daftar ahli waris. Pesan ini menunjukkan betapa Islam menekankan pentingnya menjalin hubungan sosial yang harmonis, tidak terbatas pada kesamaan suku, bangsa, atau agama.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa umat Islam bisa menjadi jembatan antarbudaya dan pembawa pesan perdamaian di dunia. Nilai-nilai universal dalam ajaran Islam, seperti kasih sayang, keadilan, dan kejujuran, merupakan modal utama dalam membangun kehidupan sosial yang damai dan inklusif. Dalam konteks hubungan Indonesia–Australia, umat Islam Indonesia memiliki potensi besar untuk memperkuat relasi melalui pendekatan yang humanis dan berakar pada nilai-nilai keislaman.
Dalam kuliah tersebut, alumni Pesantren Gontor Ponorogo Jawa Timur ini, juga berbagi pengalamannya mengenai kehidupan sosial dan pemerintahan di Australia. Ia menggambarkan bagaimana para pejabat Australia menjalani kehidupan yang sederhana dan tidak mencolok. Rumah-rumah dinas mereka sering kali berada di lokasi biasa dan tidak menampakkan kemewahan. Bahkan, banyak warga tidak mengetahui rumah dinas pejabat karena tidak dibangun secara mencolok atau dijaga berlebihan. Menurutnya, kesederhanaan ini mencerminkan budaya egaliter di Australia, di mana tidak ada jarak yang terlalu lebar antara pemerintah dan rakyat.
Beliau menilai bahwa gaya hidup bersahaja seperti ini sangat sejalan dengan nilai-nilai Islam, khususnya dalam hal kepemimpinan yang melayani dan tidak berorientasi pada kemewahan. Kesederhanaan, kejujuran, dan keterbukaan adalah nilai-nilai yang bisa menjadi titik temu antara ajaran Islam dan budaya di negara lain, termasuk Australia yang dikenal sekuler tetapi menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kemanusiaan.
Dr. Amin kemudian mengajak mahasiswa untuk melihat peran umat Islam di negara multikultural seperti Australia. Ia menekankan bahwa umat Islam dapat hidup berdampingan dengan masyarakat plural, selama menjunjung tinggi nilai-nilai universal dalam Islam. Ia mengajak generasi muda untuk menjadi agen perubahan yang positif dan membawa kontribusi nyata, tidak hanya dalam lingkungan lokal, tetapi juga dalam kancah global.
Kuliah umum ini ditutup dengan sesi diskusi interaktif. Para mahasiswa mengajukan berbagai pertanyaan terkait peluang kerja sama antara Indonesia dan Australia, kehidupan Muslim di negeri sekuler, serta bagaimana peran Islam dalam bidang kesehatan di tengah masyarakat modern. Diskusi ini memperlihatkan antusiasme mahasiswa dalam memahami konteks global dan keterbukaan mereka terhadap wawasan lintas budaya.
Melalui kuliah umum ini, FKIK UIN Alauddin Makassar menunjukkan komitmennya dalam memperluas wawasan mahasiswa, tidak hanya dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam hal nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk mengajak mahasiswa berpikir lebih luas, memahami Islam dalam konteks global, dan mempersiapkan diri menjadi generasi yang siap berkontribusi bagi masyarakat dunia.
Sebagai penutup, Dr. Amin mengingatkan para mahasiswa untuk tidak ragu membawa nilai-nilai Islam ke ruang publik. Menurutnya, Islam adalah agama yang kompatibel dengan kemanusiaan, dan dunia saat ini sangat membutuhkan kontribusi aktif dari umat Islam yang membawa nilai-nilai damai, adil, dan penuh kasih sayang.***
Laporan : A. Rifat Rezha Mayorga, mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas kedokteran UIN Alauddin Makassar angkatan 2024