
Kostum karakter kartun yang turut diamankan oleh Satpol PP Polewali Mandar saat razia gepeng.
Polewali Mandar, mandarnews.com – Sebanyak sebelas orang, terdiri dari empat laki-laki, satu di antaranya masih anak-anak, dan tujuh perempuan terjaring dalam razia gelandangan dan pengemis (gepeng) yang dilancarkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), bekerja sama dengan Dinas Sosial dan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Polewali Mandar, Kamis (2/10/2025).
Ada tiga titik yang dirazia, yaitu lampu merah di dekat Kantor Kejaksaan Negeri Polewali Mandar, lampu merah di dekat Masjid Syuhada, dan lampu merah Mambulilling.
Kepala Satpol PP Polewali Mandar, Arifin Halim menyampaikan jika razia ini akan berjalan sampai tuntas.
“Semoga razia ini memberikan efek jera bagi mereka yang terjaring. Pengguna jalan juga sangat terganggu dengan adanya peminta-minta. Bahkan menurut laporan warga, jika tidak diberikan uang, ada yang sampai memukul mobil,” ujar Arifin kepada awak media.
Dari sebelas orang yang terjaring razia hari ini, delapan orang dari Polewali Mandar, sedangkan tiga orang lainnya berasal dari Maros dan Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
“Mereka yang terjaring akan diberikan surat pernyataan untuk tidak melakukan hal serupa,” kata Arifin.
Wakil Kepala Satpol PP, Syarifuddin Wahab, menambahkan kalau gardu yang digunakan sebagai tempat tinggal oleh para gepeng di dekat perempatan lampu merah Mambulilling juga diperiksa dan ditemukan sisa-sisa lem yang telah diisap.
“Sehingga, tempat itu dicurigai digunakan untuk mengisap lem. Berdasarkan informasi masyarakat, ada enam orang yang tinggal di situ, tapi ketika kami datang, tempat itu kosong,” sebut Syarifuddin.
Sementara itu, salah seorang gepeng yang dirazia, Lia, mengaku bila dirinya terpaksa memakai kostum karakter kartun dan meminta-minta uang di jalan karena tidak punya pilihan pekerjaan lain.
Perempuan berusia 50-an tahun itu menceritakan, kostum yang digunakan adalah pinjaman dari keluarganya di Morowali yang harus dikembalikan jika pemiliknya sudah pulang.
Jumlah uang yang didapat pun tidak tetap, kadang di bawah Rp100 ribu, kadang di atas Rp100 ribu, tergantung dari kemurahan hati orang yang lewat.
“Kita tidak ke situ dan minta uang, dipanggil pi. Tidak semua yang lewat kasih uang, biasanya yang punya anak. Yang tiap hari mondar-mandir di Polewali tentu tidak selalu kasih uang, kemungkinan orang jauh,” ucap Lia.
Profesi sebagai peminta-minta yang menggunakan kostum di pinggir jalan baru dilakoni kurang dari satu tahun. Uang yang diperoleh pun digunakan untuk makan, membayar utang, dan membiayai sekolah dua anak yang duduk di bangku sekolah menengah atas.
“Saya mulai jam sebelas siang, terus istirahat dulu. Setengah dua mulai lagi dan biasanya berhenti jam setengah lima sore,” ucap Lia.
Walaupun kondisi tubuh sangat panas ketika menggunakan kostum, namun hal tersebut tetap dijalani karena perut yang membutuhkan makanan, apalagi ada anak dan cucu yang menunggu di rumah.
Lia memiliki tujuh orang anggota keluarga lain, termasuk dua orang cucu yang ditinggalkan ayahnya.
“Bantu bapaknya yang bawa bentor, itu pun bentornya disewa. Kalau tidak begini, tidak cukup untuk hari-hari,” tutup Lia. (ilm)