Majene, mandarnews.com – Bupati Majene Fahmi Massiara, bersama Wakil Bupati Majene Lukman, Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan beberapa pimpinan OPD meninjau lokasi karantina di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di Rangas Majene Sulbar, Minggu (12/4). Peninjauan dilakukan guna mengecek ketersediaan kamar serta fasilitas dan sarana pendukung lainnya.
Hasilnya, ada 44 kamar yang tersedia yang siap menampung jika ada masyarakat yang akan dikarantina. Satu kamar terdapat 2 tempat tidur namun sesuai SOP karantina, tiap – tiap kamar akan diisi satu orang saja. Spesifikasi kamar yang tersedia di LPMP Sulbar adalah Asrama Mamuju 16 Kamar, Grand Sendana 20, dan Asrama Tappalang 8 Kamar.
“Jadi tim telah berkoordinasi dengan pihak LPMP sehingga ada tempat ini yang sangat refresentatif untuk dijadikan tempat melakukan karantina,” ucap Fahmi, usai mengecek ketersedian fasilitas di LPMP Sulbar, Minggu (12/4).
Menurutnya, tempat tersebut akan dijadikan tempat karantina. Semisal, ada masyarakat yang dari luar dengan kategori ODP yang kembali ke Majene yang dengan intruksi dari medis perlu dilakukan karantina secara medis, maka akan dikarantina disini. Fahmi menjelaskan, kamar yang tersedia termasuk kamar yang juga akan digunakan oleh tenaga medis dan pengamanan.
“Jadi semua ini difasilitasi oleh pemerintah, sementara jaminan akan disiapkan oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Kita berharap tempat ini betul – betul baik melakukan karantina, tetapi kita tidak berdo’a agar tempat ini terisi. Tetapi inilah upaya yang dilakukan pemerintah, manakala ada warga yang dari luar dan masuk dalam kategori ODP, yang perlu mengisolasi atau dikarantina di sini sesuai dengan ketentuan yang ada selama 14 hari,” jelasnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Kadis) Kab. Majene, dr. Rakhmat, menambahkan, langkah ini merupakan sebagian kecil untuk mengurangi keresahan di masyarakat jika terdapat masyarakat yang kategori ODP.
Menurutnya, sesuai dengan SOP maka masyarakat yang ODP harus dikarantina selama 14 hari dan itu dijalankan dari dulu, hanya saja banyak masyarakat yang ketakutan dan resah jika karantina mandiri yang dijalankan.
” Terkadang jika karantina atau isolasi mandiri dilakukan, banyak masyarakat yang resah dan ketakutan karena terkadang masyarakat yang masuk dalam kategori ODP melakukan interaksi sosial dan tidak membatasi diri. Sementara jika posisinya seperti ini, karantina secara medis, otomatis di sini akan ada pembatasan dan pengontrolan yang lebih,” ucapnya.
Meskipun sudah ada tempat karantina secara medis, lanjut dr Rakhmat, yang disiapkan oleh pemerintah tetapi tetap ada toleransi yang diberikan jika ada masyarakat yang meminta karantina secara mandiri. Selama ada jaminan bahwa akan dilakukan pembatasan diri dan siap melakukan karantina mandiri. Dimana pun tempat karantinanya, yang utama tetap ada tenaga medis yang mengontrol dan melakukan pengawasan sehingga di situ betul – betul terjadi physhical distancing (jaga jarak).
“Jadi tenaga medis, keamanan dan tim gugus akan terus stand by jika telah ada yang dikarantina disini. Masyarakat yang akan dikarantina pun akan ditanggung makannya dan tidak dibebani biaya sepeserpun,” tutup Rahmat. (Putra)