Mandarnews .com – Kampung Mandar, Desa Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya Kab Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, merupakan tempat penantian para pelaut dari Mandar dan beberapa nelayan pendatang lainnya, saat mereka sedang istirahat atau tidak beroperasi.
Kampung yang penduduknya dominan masyarakat Mandar ini tengah di guncang gempa beberapa kali dan puncaknya pada Minggu pukul 19:50 berkekuatan sampai 7 SR.
“Gempa yang terbilang dahsyat ini mengakibatkan rumah warga di Kampung Mandar rusak parah sebanyak dua rumah dan puluhan rumah yang rusak ringan,” ungkap Haeruman Staf Kesyabandaran Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Labuhan Lombok.
Nelayan Pambodi atau nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing ulur ini telah diberikan himbauan oleh Kesyabandaran UPP Kelas III Labuhan Lombok untuk tidak melaut sejak 1 Agustus 2018 sampai pada posisi aman bagi pelayaran, diduga karena cuaca buruk dan potensi tsunami.
“Pada tanggal 31 Juli 2018 ketinggian ombak 2,5 meter sampai dengan 4 Meter dan data angin dengan kecepatan 25 sampai dengan 40 Knot, sehingga kami memilih untuk menutup pelayanan di kantor syahbandar UPP kelas III Labuhan Lombok, agar nelayan tidak berlayar sampai cuaca membaik,” jelas Haeruman Staff Kesyabandaran melalui sambungan telefon.
Saat ini, nelayan yang masih menetap di perairan Lombok yaitu : KMN Mastain, KMN Satu Lb, KMN Nur Lagi, KMN Jabal Nur, KMN Sasnaila, KMN Cahaya Abadi 01,KMN cahaya Abadi 02, Cahaya Abadi 03, KMN Pelita Ilham, KMN Hadirat, KMN Berlian, KMN Elo Puang, KMN Rua Piolo, KMN Titipan Ilahi, KMN Adam Jaya, KMN Air Zam Zam.
Kondisi yang terjadi di Lombok berdampak kepada masyarakat Majene, khususnya yang memiliki keluarga mencari penghidupan di laut Lombok. Keresahan keluarga di Majene terlihat saat mereka meminta pulang para pelaut yang sedang beroperasi di Lombok. Terdapat dua perahu yang dikabarkan akan lepas jangkar yaitu KMN Berlian dan KMN Air Zam zam.
“Kami sudah merencakan jauh hari sebelum gempa akan melaksanakan lebaran Idul Adha 1439 H di Majene, namun rekan kami, Ilal, pemilik KMN Air Zam Zam akan membawa pulang kapalnya karena khawatir dengan gempa yang berpotensi tsunami,” ujar punggawa KMN Berlian Basis.
Selain terhambat gempa, saat ini, ada juga para nelayan pambodi yang masih menetap di Lombok dan memilih untuk berlabuh satu sampai dua pekan kedepan, karena tidak ada izin dari kesyahbandaran UPP kelas III Majene.
“Silahkan nelayan melaut tanpa SPB (Surat Persetujuan Berlayar), ketika kedapatan oleh petugas KPLP maka nelayan sediri yang akan menanggung resikonya,” ujar Haeruman.
Sehingga ada dua permasalahan yang menghambat pelaut Mandar di Lombok dalam mencari penghidupan di laut. Pertama karena gempa dan yang kedua adalah perizinan.
Penulis : Syamsuddin
Editor : Rizaldy