Bagi masyarakat Mandar Sulawesi Barat, khususnya diaspora yang bermukim di luar negeri, bersilaturrahmi dengan bersama saudara dan kaum kerabat, tidak hanya dilaksanakan pada saat perayaan Idul Fitri atau Idul Adha.
Bahkan sebagian di antaranya akan mengalami kesulitan pulang kampung pada saat itu, karena terhalang jadwal liburan anak-anak sekolah yang tidak sama dengan jadwal liburan di tanah air.
Salah satu solusinya adalah dengan sengaja mengajak saudara dan kaum kerabatnya melaksanakan silaturrahim yang dirangkaikan dengan menggelar ucapara adat atau tradisi lokal yang telah berlangsung turun-temurun. Misalnya menggelar tradisi Saeyang Pattu’du atau “kuda menari”.
Tradisi ini merupakan rangkaian syukuran terhadap anak-anak mereka yang berhasil mengkhatamkan Alquran sebanyak 30 juz atau yang sudah melaksanakan khitanan. Syukuran itu dilakukan dalam bentuk arakan keliling kampung dengan menggunakan beberapa ekor kuda yang menari di bawah lantunan irama para pengiringnya.
Demikian pula yang dilaksanakan oleh keluarga H. Firdaus Muis, yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Sydney Australia dan pengurus Pimpinan Ranting Muhammadiyah New South Wales. Mereka sekeluarga datang dari Benua Kanguru untuk melaksanakan tradisi Saeyang Pattu’du dalam rangka khitanan bagi putra dan khataman bagi putrinya di Desa Mambu Kecamatan Luyo Kabupaten Polewali Mandar, pekan lalu.
Putrinya, Atifah Firdaus, mengikuti khataman Al Qur’an setelah belajar mengaji bersama Yayasan Ashabul Kahfi Sydney dan putranya yang bernama Muhammad Ashraf Firdaus, telah melaksanakan khitanan di desa tersebut. Keduanya masih bersekolah di AIA ( Australia international academy) Sydney.
Momen ini dijadikan sebagai ajang berkumpulnya keluarga besar yang datang dari berbagai provinsi dan luar negeri. Juga teman-teman sekolah dan sepermainan saat kecil. Momen ini juga dimanfaatkan untuk mengenalkan putra-putrinya kepada keluarga lainnya.
Selain itu, tradisi Saeyang Pattu’du’ yang digelar tersebut, dapat dipandang sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta atas karunia yang telah diperoleh, terutama dalam hal ini melaksanakan khataman Al Qur’an dan khitanan.
Ini juga untuk memberikan motivasi anak–anak pada khususnya untuk lebih giat lagi membaca dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam.
Menurut Baharuddin dan Muammar Bakry (2021) dalam artikelnya yang berjudul “Tradisi Saeyang Pattu’du’ dalam Peringatan Maulid di Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar”, tradisi Saeyang Pattu’du’ jika dilihat aspek tata cara, maksud dan tujuannya, tradisi ini tidak menyimpang dengan agama Islam.
Sebab dalam tradisi ini juga terdapat nilai–nilai Islam yang terkandung didalamnya seperti membaca al – Qur’an, sholawat kepada Nabi serta silaturahmi dengan sanak saudara, keluarga dan teman-teman yang dari jauh. (*)