Ketua DPRD Majene, Salmawati Djamado.
Majene, mandarnews.com – Pemerintah Kabupaten Majene melaksanakan memutasi terhadap 126 pejabat eselon III dan IV sebagai penyegaran organisasi perangkat daerah (OPD).
Mutasi pertama dilaksanakan pada 31 Januari 2022 terhadap 116 pejabat dan terhadap 10 pejabat pada 8 Maret 2022.
Namun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Majene menerima banyak laporan dari pejabat yang di-nonjob-kan atau dibebas tugaskan karena posisinya diisi pejabat baru.
Ketua DPRD Kabupaten Majene Salmawati Djamado mengaku, sangat menyayangkan proses mutasi tersebut, sebab prosesnya tidak mengacu pada penilaian kinerja aparatur sipil negara (ASN) yang bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan ASN yang didasarkan pada sistem
prestasi dan sistem karier.
“Sangat disayangkan karena Undang-Undang ASN mengatur sistem merit, sehingga tidak boleh ada ASN yang di-nonjob-kan tanpa alasan yang jelas,” ujar Ketua Komisi DPRD Majene Salmawati Djamado, Minggu (3/4/2022).
Pemkab Majene dinilai melakukan kesalahan fatal jika pejabat yang dibebastugaskan mencapai 17 orang, sebab tujuan mutasi jabatan adalah untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas dari kinerja ASN.
Salma mengaku masih mendata laporan yang masuk ke DPRD Majene terkait pejabat yang dibebastugaskan, sebab pada tanggal 4 Maret 2022, Pemkab Majene juga menerbitkan SK mutasi terhadap dua orang Guru di SMPN 2 Majene ke SMPN luar kota Majene.
Parahnya, proses mutasi itu diyakini tidak didasari analisis kebutuhan sekolah, mereka justeru dipindahkan ke sekolah yang sudah memiliki guru dengan mata pelajaran yanh diajarkan.
“Dampaknya tentu mengorbankan guru yang dipindahkan, sebab tidak punya jam mengajar dan terancam tidak menerima tunjangan sertifikasi guru,” kesalnya.
Bahkan, kedua orang itu dimutasi jauh dari domisilinya, serta tanpa pertimbangan kesehatan dan umur. Selain itu, terdapat seorang guru yang sudah tua dipindahkan ke daerah pegunungan Coci.
“Majene sebagai pusat layanan pendidikan di Sulbar harusnya mencerminkan sikap terdidik dari OPD terkait, sehingga mewujudkan Majene yang unggul, mandiri dan religius,” ungkapnya.
Keputusan mutasi ASN bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah diubah dangan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebut sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Selanjutnya Pasal 2 menjelaskan penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif dan efisien, keterbukaan, nondiskriminatif, persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan, dan kesejahteraan.
“Menurut saya manajemen ASN Pemkab Majene ini kurang bagus, sebab sekitar 14 persen dari jumlah pejabat yang dimutasi justeru dibebastugaskan,” sebutnya.
Selain banyak pejabat dibebastugaskan dan melapor langsung ke DPRD, Salma mengaku juga dihubungi langsung oleh banyak pejabat yang dibebastugaskan.
Bahkan dirinya sempat menerima laporan ada pejabat yang baru saja pindah dari Kementerian Agama (Kemenag) Majene langsung memiliki jabatan.
“Banyak yang WA dan nelepon saya dan menyampaikan tiba-tiba di-nonjob-kan tanpa alasan yang jelas. Kami diganti oleh orang yang semestinya belum memenuhi syarat untuk mengganti kami,” ungkapnya.
Kondisi ini dinilai rancu, sebab kebanyakan dari mereka yang menduduki jabatan adalah ASN yang punya hubungan kekeluargaan dengan Bupati dan Wakil Bupati Majene.
Salma menegaskan perlindungan terhadap ASN ini sangat penting, sebab mutasi harusnya tetap dilaksanakan dengan memperhatikan sistem merit. (Mutawakkir Saputra)