“Saat itu, ada warga yang menyampaikan bahwa material bangunan masih kurang. Warga lalu diminta untuk menuliskan daftar material yang kurang dan akan diselesaikan satu minggu setelah pertemuan. Kemudian, dicocokkanlah catatan warga dengan material yang telah ada. Untuk soal material, Petoosang sudah tidak ada masalah,” tukas Erwin.
Untuk Petoosang, lanjutnya, sudah ada beberapa warga yang menerima upah tukang dan ada juga yang belum.
“Nilai RAB untuk program bedah rumah senilai total Rp15.000.000,-, untuk material Rp 12. 500.000,-, dan upah tukang Rp2.500.000,-. RAB sendiri disusun berdasarkan data kebutuhan yang warga tuliskan,” ungkap Erwin.
Ia menjelaskan, saat pertemuan, ada saran dari warga yang menawarkan kayunya sendiri sebagai material dengan beberapa pertimbangan, salah satunya transportasi. Namun, itu di luar dari program karena sudah mengarah ke bisnis.
“Jadi mungkin, warga yang tidak menerima material tertentu karena sudah diback up oleh warga yang menawarkan material tersebut,” papar Erwin.
Terkait beberapa penerima bantuan yang mengalami keterlambatan datangnya Surat Keputusan (SK) penerima, Erwin menjabarkan bahwa di Petoosang ada 60 orang penerima, namun ada kesalahan nama penerima untuk tujuh orang.
“Tapi, SK bersama buku tabungan untuk tujuh orang itu sudah keluar. Jadi, saya urus lagi untuk penggantian, sehingga ada tujuh orang yang baru dimasukkan sebagai penerima sehingga SKnya lambat,” imbuh Erwin.
Sedangkan Kapolres Polman, AKBP Muhammad Rifai mengemukakan, pihaknya tidak bisa berdiam diri terhadap masalah ini.
“Karena kasus ini sudah menimbulkan ekses di masyarakat, bahkan hingga muncul di media, kami tidak bisa berdiam diri saja melihat persoalan ini,” ujar AKBP Muhammad Rifai.
Bisa jadi, tambahnya, ada temuan korupsi atau penggelapan karena masalah awalnya sudah jelas, yaitu upah tukang yang tidak dibayar.
Reporter: Ilma Amelia