Ketua DPRD Polewali Mandar, Fahri Fadly.
Polewali Mandar, mandarnews.com – Aroma busuk yang berbulan-bulan menghantui pemukiman warga Kelurahan Wattang kini berubah menjadi persoalan lingkungan serius.
Dugaan pencemaran lingkungan yang menyeret restoran Mie Gacoan Polewali memantik sorotan tajam Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Polewali Mandar, Fahri Fadly, yang menegaskan bahwa investasi tidak boleh mengorbankan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Fahri menilai, setiap investor yang masuk ke daerah wajib mematuhi seluruh prosedur hukum sejak awal, bukan setelah usaha beroperasi dan menimbulkan masalah. Ia menegaskan bahwa aturan terkait pengelolaan limbah sudah sangat jelas dan tegas diatur negara.
“Semua investor wajib tunduk pada aturan. Jangan beroperasi dulu, baru urus limbahnya belakangan. Itu keliru dan melanggar hukum,” ujar Fahri, Senin (15/12/2025).
Menurut Fahri, ketentuan tersebut secara tegas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap pelaku usaha memiliki Persetujuan Lingkungan, sistem pengolahan limbah yang memenuhi baku mutu, serta izin pembuangan limbah (IPL) sebelum menjalankan kegiatan usaha.
Sorotan DPRD semakin menguat setelah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Polewali Mandar mengungkap adanya penolakan dari manajemen Mie Gacoan Polewali saat dilakukan verifikasi lapangan dugaan pencemaran lingkungan.
DLHK menerima laporan resmi dari warga pada 29 Oktober 2025 terkait bau menyengat yang diduga berasal dari genangan air limbah di sekitar restoran.
Namun, saat tim DLHK mendatangi lokasi pada 5 November 2025 pukul 14.30 Wita, pihak manajemen menolak memberikan akses dengan alasan menunggu izin pimpinan pusat.
Penolakan tersebut bahkan dituangkan dalam Berita Acara Penolakan Verifikasi Dugaan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Fahri pun menilai tindakan itu sebagai sikap tidak kooperatif dan berpotensi melanggar hukum.
“Pelaku usaha wajib terbuka dan tidak boleh menghalangi pengawasan pejabat berwenang. Kalau pengawasan saja ditolak, wajar publik curiga ada persoalan serius,” kata Fahri.
Berdasarkan pengamatan awal DLHK, ditemukan genangan air berbau menyengat di sekitar restoran. Dugaan kuat mengarah pada sistem drainase di bawah jembatan menuju restoran yang tidak digali hingga dasar saat pembangunan, sehingga air limbah terjebak, membusuk, dan menjadi sarang bakteri serta nyamuk.
Warga sekitar mengaku sejak Mie Gacoan beroperasi, kenyamanan hidup mereka terganggu. Bau busuk disebut paling menyengat pada malam hari. Sejumlah warga bahkan mengeluhkan gangguan pernapasan, batuk, hingga mual.
Fahri juga mengemukakan jika persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ia meminta DLHK dan instansi terkait menegakkan hukum secara tegas dan profesional, demi melindungi hak masyarakat atas lingkungan yang sehat.
“Investasi itu penting, tapi keselamatan warga jauh lebih penting. Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan bisnis,” sebut Fahri.
Ia turut meminta agar setiap dugaan pencemaran ditangani dengan prinsip kehati-hatian dan keberpihakan pada rakyat, serta memastikan tidak ada warga yang menjadi korban akibat lemahnya pengawasan.
DPRD Polewali Mandar, tambah Fahri, akan berdiri di garis depan mengawal persoalan ini hingga hak warga atas lingkungan yang bersih, sehat, dan aman benar-benar terpenuhi.
Kasus dugaan pencemaran lingkungan Mie Gacoan Polewali kini menjadi ujian nyata komitmen penegakan hukum lingkungan di Polewali Mandar, sekaligus alarm keras bagi seluruh investor agar tidak bermain-main dengan aturan dan kesehatan publik. (rls)
Editor: Ilma Amelia
