Mamasa, mandarnews.com – Sejumlah warga dan mahasiswa menggelar aksi agar eksekusi lahan di Rante-rante Kelurahan Mamasa Kecamatan Mamasa Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) ditunda, Senin 19 Februari 2018.
Menurut salah satu massa aksi, Andarias Bandangan, terdapat sejumlah ketimpangan dalam kasus sengketa tanah tersebut. Bandangan mengatakan, 12 Kepala Keluarga (KK) bertahan karena menganggap tanah yang ditempatinya milik pemerintah.
Sementara itu, koordinator aksi, Arnol Buntulangi mengatakan, warga telah berpuluh-puluh tahun menepmapti tanah tersebut.
“Ada 12 KK akan kehilangan tempat tinggal jika digusur, hal ini perlu menjadi perhatian serius apalagi menyangkut masalah kemanusiaan,”tutur Arnol.
Merespon hal tersebut, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Mamasa bergerak dan melakukan pertemuan. Plt Bupati Mamasa, Bonggalangi mengungkapkan, prinsipnya Pemda telah melakukan musyawarah dengan pertimbangan keamanan namun bukan berarti putusan pengadilan mundur.
“Kita berharap kedua belah pihak dapat diselesaikan secara adat yang difasilitasi tokoh-tokoh masyarakat dan lembaga Adat,” paparnya.
Ketua Pengadilan Negeri (PN) Polman, Heriyanti usai rapat menjelaskan, sejak 19 Sepetember 2017 telah diberikan waktu untuk melakukan mediasi atas amanat putusan tersebut.
Rabu 25 Oktober 2017 kembali dipanggil namun ternyata tidak mampu menyelesaikan tindak lanjut atas putusan tersebut sehingga diberikan lagi tenggang waktu selama lima bulan.
“Setelah mengetahui ada lembaga adat Mamasa yang belum dilibatkan dalam memediasi masalah itu maka diberi waktu dan berdasarkan informasi Bupati Mamasa, 16 Februari 2018 akan diberikan informasi ke PN Polman apakah bisa didamaikan atau tidak,”tuturnya.
Ketua PN juga mengatakan, jika bicara aturan harusnya 19 Sepetember 2017 eksekusi harus dilakukan. Namun karena menyangkut kemanusiaan sehingga diberi waktu untuk mediasi atas sengketa tersebut. (Hapri Nelpan)