Mamuju, mandarnews.com – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apksindo) Perjuangan melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) terkait peremajaan sawit rakyat (PSR), sarana dan prasarana, serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang dirangkai pelantikan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) dan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Apkasindo Perjuangan se-Sulawesi Barat (Sulbar).
Pengukuhan itu dilaksanakan langsung oleh Ketua Umum Apkasindo Perjuangan H. Alfian Al Rahman di ballroom Hotel Maleo, Kota Mamuju, pada Rabu (7/9).
Di depan para hadirin, Alfian menitipkan sejumlah pekerjaan rumah pada jajaran pengurus di Sulbar.
Alfian menggarisbawahi, PSR atau replanting di Sulbar yang memasuki tahun ketiga baru sekitar 20 persen atau 14.000 hektar terlaksana dari total kurang lebih 80.000 hektar.
“Peremajaan sawit rakyat (PSR) yang disebut replanting masih rendah di Sulawesi Barat, baru mencapai 20 persen dari total target sejak dicanangkan tiga tahun berjalan. Olehnya itu, kami dari DPP Apkasindo Perjuangan hadir dan mengharapkan untuk menerobos itu semua ganjalan atau tantangan-tantangan dalam menjalankan peremajaan sawit rakyat. Harapan kita DPW dan DPD yang bertugas segera melakukan pendampingan terhadap petani hingga tingkat bawah,” kata Alfian.
Alfian juga turut menyinggung penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS). Ia menilai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01 tahun 2018 tentang Penetapan Harga TBS masih memiliki celah dan tidak mengakomodir para petani swadaya dan petani mandiri.
Apkasindo pun telah mendorong perubahan pada Permentan tersebut.
“Mengenai masalah harga TBS, kami telah melakukan upaya di tingkat pusat yang mana kiblatnya berasal dari Permentan Nomor 01 tahun 2018 yang belum meng-cover petani swadaya atau petani mandiri ikut terlibat atau jadi jaminan. Pada tanggal 2 September kami telah rapat dengan Kementerian Pertanian dan kami mengusulkan usulan revisi Permentan Nomor 01 tahun 2018 tentang Penetapan Harga TBS,” terang Alfian.
Dalam ajuan revisi ini, lanjutnya, pihaknya menginginkan petani swadaya dan petani mandiri bisa ikut dan merasakan harga TBS yang rata.
“Ini tentu akan mengikut ke daerah, dimana harus ada Perda mengikat dan jadi landasan untuk penetapan harga TBS,” lanjut Alfian.
Ia menyebut, kuota PSR Sulbar tahun 2022 sebanyak 2000 hektar dengan nilai Rp30 juta/hektar.
“Untuk itu, kita juga mendorong kenaikan PSR dari Rp30 juta ke angka Rp60 juta,” urai Alfian.
Sementara Ketua DPW Apkasindo Perjuangan Sulbar Sukidi Wijaya tak menampik lambannya pelaksanaan PSR di Sulbar, ia menyebut jika hal itu lantaran adanya ketidaksesuaian antara regulasi petunjuk teknis dari PPDPKS dan pemahaman penegakan hukum, sehingga banyak tim PSR tingkat kabupaten tersangkut kasus hukum meski telah mengikuti regulasi.
Ketidaksesuaian itu, menurut Sukidi, membuat tim penyusun mundur dan enggan lagi menetapkan PSR. Hal itu membuat dalam dua tahun terakhir, Sulbar tak mengusulkan PSR.
“Kendala kita saat ini karena banyak tim penetapan PSR tingkat kabupaten tersangkut kasus hukum padahal dari hasil diskusi mereka telah mengikuti petunjuk dan juknis dari PPD PKS, tetapi dari penegak hukum dianggap berbeda. Inilah yang menyulitkan di lapangan sehingga dua tahun terakhir Sulbar ini tidak ada pengusulan karena tim mundur karena katanya sudah mengikuti juknis tapi kok lain lagi dari aparat penegak hukum,” beber Sukidi.
FGD dan pengukuhan pengurus daerah ini dihadiri sejumlah mitra, termasuk Pemerintah Provinsi Sulbar, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulbar, lembaga penegak hukum, perbankan, dan seluruh pengurus DPW dan DPD Apkasindo se-Sulbar.