Prof. DR. dr. Abdul Razak Thaha, MSc., SpGK saat memberikan tanggapan terkait hasil publikasi data stunting tingkat kecamatan, Senin (7/11) di aula Masjid Ilaikal Mashir, Majene.
Majene, mandarnews.com – Setelah melaksanakan aksi konvergensi percepatan penurunan stunting mulai aksi satu hingga aksi enam, kali ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene melaksanakan pengukuran bayi dan publikasi data stunting melalui aksi konvergensi ketujuh, Senin (7/11), di aula Masjid Ilaikal Mashir.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengambil tema “Penguatan Integritas Data Lintas Sektor dalam Penurunan Stunting Kabupaten Majene”.
Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Majene Mustamin mewakili pimpinan daerah yang membuka kegiatan menyampaikan terlebih dahulu permohonan maafnya atas ketidakhadiran tiga pimpinan daerah yang sementara menghadiri kegiatan yang juga begitu penting.
Mustamin mewakili Bupati Majene menyampaikan apresiasinya kepada liding sektor percepatan penurunan stunting di Majene dan berharap agar semuanya dapat mengikuti kegiatan tersebut sebaik-baiknya serta melahirkan butir-butir kesepakatan yang baik untuk disampaikan kepada pimpinan masing-masing.
“Menciptakan masyarakat religius, masyarakat yang memperhatikan generasi yang akan datang. Menciptakan sebaik-baik generasi adalah generasi atau orang yang bermanfaat bagi sesama manusia,” kata Mustamin.
Usai pembukaan kegiatan aksi tujuh tersebut, kegiatan dilanjutkan dengan penandatanganan penguatan atau komitmen bersama dalam pemanfaatan pos pelayanan terpadu (Posyandu) setiap bulan.
Hal ini dilakukan mengingat pemanfaatan Posyandu di Majene hanya sekitar 30-40 persen.
Setelah penandatanganan, kegiatan dilanjutkan penyampaian data stunting oleh tiap Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Majene atau publikasi data stunting tingkat kecamatan.
Menanggapi hasil hal tersebut, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (Unhas) sekaligus Ketua Dewan Pakar Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. DR. dr. Abdul Razak Thaha, MSc., SpGK yang hadir langsung dalam kegiatan menyampaikan apresiasinya.
Menurut Prof. Abdul Razak, pengukuran Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) yang dilakukan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Majene hingga tingkat desa merupakan sesuatu yang luar biasa.
“Majene merupakan kabupaten yang sudah telanjur dikenal di tingkat nasional sebagai data E-PPGBM-nya paling bagus,” ujar Prof. Abdul Razak.
Ia menjelaskan, perbedaan data stunting E-PPGBM dengan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) sangat sedikit, sementara di daerah lain cukup jauh dan meminta agar TPPS Majene terus mempertahankan prestasi tersebut.
“Kalau mau mempertahankan prestasi itu, maka itu perlu dijaga. Data yang ada di kecamatan divalidkan. Mungkin dalam waktu dekat orang akan belajar model itu di Majene,” sebut Prof. Abdul Razak atau yang akrab disapa Prof. Aca.
Meskipun terkenal dengan data prevalensi stunting melalui E-PPGBM-nya, Prof. Aca tetap memberikan masukan kepada TPPS Majene dengan menekankan agar penanganan stunting yang dilakukan oleh bisa lebih tepat sasaran sehingga upaya-upaya yang dilakukan untuk percepatan penurunan stunting di Majene dapat berjalan maksimal dan mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.
Tidak hanya itu, Prof. Aca juga menilai cakupan data stunting yang dipaparkan oleh TPPS di kecamatan masih sangat rendah, termasuk proses pengukuran bayi yang dilakukan oleh TPPS belum tepat.
“Pengukuran panjang dan tinggi badan yang dilakukan sekali sebulan itu secara teori tidak benar, karena itu untuk di bawah 2 tahun,” imbuh Prof. Aca.
Para ahli mengusulkan agar pengukuran dilakukan satu tahun sekali atau dua kali setahun.
“Paling bagus mengukur Februari dan Agustus,” ucap Prof. Aca.
Sementara itu, Tim Ahli Audit Kasus Stunting Kab Majene dr. Hj. Evawaty, M. Kes juga mengapresiasi data E-PPGBM dari TPPS Majene.
“Saya harap agar data yang baik itu bisa digunakan sebagai data untuk melakukan intervensi,” tutur dr. Hj. Evawaty.
Tim Ahli TPPS Akademi dari Universitas Terbuka Majene Dr. Syarimullah ikut menyarankan kepada Dinas Kesehatan, dalam hal ini Puskesmas untuk harus bisa memberikan inovasi.
“Kendalanya, saat melakukan intervensi tidak mengacu pada apa yang dibuat PKM sehingga prevelensi hanya turun sedikit demi sedikit,” tutup Dr. Syarimullah. (Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia