GIZI BURUK. Seorang bayi, Isna menderita gizi buruk. Ia bersama orang tuanya berasal dari Mandalle Kelurahan Mosso Dhua Kecamatan Sendana Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar) | Ist.
Majene, mandarnews.com – Isna lahir di Mandalle Kelurahan Mosso Dhua Kecamatan Sendana Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), 8 Juli 2017.
Bayi dari pasangan suami istri (pasutri) Busrah (31 tahun) dan Rusbaliah (36 tahun) lahir dengan berat badan 2,7 kilogram dengan panjang badan 48 cm. Memasuki usia tiga bulan, Isna sering sakit-sakitan.
Mulai dari flu hingga demam. Namun, menurut Rusbalia, bayinya terbilang aktif dan bahkan tidak malas makan. Makanya dia heran pertumbuhan Isna terhambat.
Usia delapan bulan, Isna terlihat kecil. Berat badannya hanya 3,8 kilogram dengan panjang badan 54 cm hingga usia sembilan bulan .
Padahal, berdasarkan standar pertumbuhan dari organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), berat badan bayi usia sembilan bulan antara 6,6 sampai 10,4 kilogram.
Rusbaliah mengatakan, sebenarnya ia ingin bawa anaknya ke Puskesmas untuk periksa kesehatan. Namun ia terkendala biaya, apalagi dalam keluarga kecilnya, hanya Isna yang belum punya Kartu Indonesia Sehat (KIS).
“Tidak ada dana,” kata Rusbaliah.
“Cuma biasa dibawa ke dukun,” lanjut Busrah.
Busrah sehari-harinya bekerja sebagai pembuat gula merah dan berkebun. Busrah yang memanen aren, sementara Rusbaliah memasak aren hingga jadi gula merah.
Kemudian, gula itu dijual untuk keperluan sehari-hari. Namun hasilnya tak cukup untuk biaya rumah sakit.
“Harganya biasa Rp 7 ribu sampai Rp 12 ribu per buah,” kata Busrah
Minggu 29 April 2018, pegawai Kelurahan Mosso Dhua, Mursalin berkunjung ke rumah Isna. Lalu, Mursalin membantu menfasilitasi Isna ke Puskesmas Sendana I hingga dirujuk ke RSUD Majene, Senin 30 April.
Di ruangan Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Majene, Isna diperiksa Dokter Robby Rinaldi. Hasil pemeriksaan awal, Isna menderita gizi buruk.
“Berdasarkan pemeriksaan status gizi, memang dia berada pada garis merah, yaitu gizi buruk,” kata Robby.
Isna kini menjalani perawatan di Ruangan Anak RSUD. Menurut Robby, dokter akan mencari tahu penyebab bayi dari keluarga tidak mampu itu menderita gizi buruk.
“Anak ini akan kami rawat dulu, akan dicari penyebabnya apa dan diberi terapi dan nutrisi sesuai. Supaya pertumbuhannya kembali normal,” jelasnya.
Robby mengimbau masyarakat agar memperhatikan asupan nutrisi bayi. Kata Robby, pertumbuhan anak harus diperiksa rutin di fasilitas kesehatan yang tersedia.
Isna masuk RSUD tanpa jaminan kartu KIS. Dalam waktu dekat, pihak keluarga akan mengurus supaya pelayanan di RSUD gratis.
Meski demikian, keluarga Isna butuh biaya tambahan selama di RSUD. Keluarga Isna berharap uluran tangan dari para dermawan.
Keluarga Isna punya nomor rekening BNI 0623064105 atas nama Rusbaliah. Rekening ini dibuat setelah keluarga kecil ini menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).
Jawaban Dinas Kesehatan
Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Majene Wirdaningsih mengatakan, Isna telah ditangani petugas kesehatan setempat sejak berumur tiga bulan. Menurutnya, petugas telah memberikan makanan pendamping Air Susu Ibu (ASI) berupa bubur.
“Terus dianjurkan untuk dirujuk ke RS tapi katanya masih dilarang sandonya (dukun) untuk turun rumah,” kata Wirdaningsih.
Bahkan bayi malang itu tidak pernah dipantau pertumbuhannya di Posyandu setempat. Wirdaningsih mengungkapkan, petugas kesehatan di daerah itu lalai lantaran tidak melaporkan ke pemerintah terkait kasus gizi buruk.
“Dan untuk sering sering memantau itu sulit dilakukan karena lokasi medan yang cukup jauh. Ditambah lagi sasaran atau orang tua anak yang susah diajak kerja sama,” jelasnya.
Meski demikian, Wirdaningsih bersyukur karena Isna telah dirawat di RSUD berkas kerja sama antara pemerintah kelurahan dan Puskesmas.
Untuk pendampingan Dinkes, akan dilakukan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pasca perawatan di RSUD. Saat ini masih tanggung jawab RSUD untuk melakukan perawatan lebih lanjut.
“Nanti setelah keluar dari RS maka Dinkes melalui Puskesmas yang akan melanjutkan perawatan atau pemberian PMT pemulihannya,” tutur Wirdaningsih. (Irwan Fals)