Darmansyah memberikan sambutan pada deklarasi Fahmi-Lukman, Minggu (6/9/2020).
Majene, mandarnews.com – Seperti diketahui, Darmansyah merupakan salah satu mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Majene dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN). Darmansyah adalah kader PAN yang masih aktif hingga saat ini yang bertugas selaku Dewan Pertimbangan Partai (DPP) di PAN.
PAN sendiri adalah satu partai yang mengusung bakal pasangan calon (bapaslon) Fahmi-Lukman dari delapan partai pengusung untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) Majene 2020.
Namun, saat bapaslon AST-Aris menggelar deklarasi akbar pada Kamis (3/9) malam di Boyang Assamalewuang, sejumlah pertanyaan bermunculan dari berbagai kalangan lantaran saat itu Darmansyah yang notabene kader PAN hadir dalam deklarasi, bahkan memberikan sambutan.
Sementara saat deklarasi Fahmi-Lukman yang juga digelar di Boyang Assamalewuang pada Minggu (6/9), Darmansyah juga hadir dengan mengenakan jas biru yang bercorak PAN dan memberikan sambutan.
Dalam sambutannya, Darmansyah langsung mengklarifikasi tentang kehadirannya saat deklarasi AST-Aris.
“Pada deklarasi AST-Aris, saya hadir atas nama Masyarakat Sejarawan Indonesia, diundang untuk memberikan testimoni kedamaian. Sementara ini, saya hadir atas nama PAN. PAN mendukung Fahmi-Lukman dan kader PAN harus kesana karena itulah amanah. Jadi, saya mendukung Fahmi-Lukman,” kata Darmansyah.
Menurut Ketua Masyarakat SejarawanI Indonesia tersebut, di Kabupaten Majene umumnya masyarakat muslim sehingga tidak cocok jika isu Jeneponto diangkat di Majene.
“Alasannya kenapa tidak cocok karena pemimpin tradisional Mandar itu orang asing, yakni To Manurung atau seorang pendatang,” ujar Darmansyah.
Ia pun menyampaikan bahwa tidak cocok jika dikatakan seorang pendatang tidak pantas menjadi pemimpin karena sudah banyak contoh kasus.
“Contoh, yang pertama kali raja di Banggae adalah orang Jawa. Raja pertama di Sendana bukan orang Sendana, bukan dari Mandar, tapi dari Gowa. Raja pertama di Pamboang bukan orang Pamboang tapi orang Gowa. Itu contoh dari segi budaya,” sebut Darmansyah.
Dari segi agama pun, lanjutnya, tidak cocok jika dikatakan pendatang tidak pantas jadi pemimpin.
Darmansyah berkisah, setelah Rasulullah Muhammad SAW meninggal, dilakukan musyawarah untuk menentukan siapa yang akan ditunjuk menjadi pemimpin di Madinah. Di musyawarah itu yang terpilih adalah kaum Muhajirin, yakni Abu Bakar As-Siddiq yang bukan kaum Anshar yang merupakan penduduk asli, melainkan seorang pendatang.
“Sehingga, sangat tidak cocok jika dikatakan seorang pendatang tidak pantas jadi pemimpin,” ucap Darmansyah.
Tetapi, tambahnya, meskipun berbeda dalam pilihan, silaturahmi tetap lebih utama.
“Silakan orang di sini bersilaturahmi ke sana, dan yang di sana harus kita terima. Jangan ada perbedaan yang sangat mencolok di antara kita yang dapat mengacaukan daerah kita,” tandas Darmansyah.
Menurutnya, tidak ada masalah jika dia diundang karena Majene adalah daerah majemuk yang harus menerima perbedaan.
Sementara itu, Abdul Wahab selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAN Majene menuturkan, ia sengaja mempromosikan Ketua DPP PAN tersebut untuk memberikan nasihat sekaligus amanah.
“Posisinya Pak Darmansyah tidak diragukan lagi. Darmansyah kapasitasnya di PAN dan sudah berikrar insya Allah untuk memenangkan Fahmi – Lukman di Pilkada 2020,” tutup Wahab.
Reporter: Putra
Editor: Ilma Amelia