Pemerintah Kabupaten Majene memperingati Hari Jadi Majene (HJM) ke 471 tahun, Senin 15 Agustus 2016. Peringatan tersebut merupakan yang kedua. Dimulai tahun 2015 lalu, HJM ke 470.
Tahun ini, peringatan tidak semeriah tahun lalu. Ini dikarenakan, peringatan tahun lalu bertepatan dengan peresmian Mesjid Agung Ilaykal Mashir. Peringatan HJM kali ini juga tidak melakukan pencucian pusaka atau masossor manurung semua kerajaan di Majene.
Seperti Kerajaan Banggae, Pamboang, Ulumanda dan Malunda. Kali ini hanya benda pusaka dari kerajaan di kecamatan yang berada di ibu kota Majene, Kerajaan Banggae.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Majene, Darmansyah mengatakan, masssossor manurung merupakan ritual yang rutin dilaksanakan sejak pusaka itu ada. Tapi kali ini ditampilkan dalam peringatan HJM untuk dipublikasikan dan untuk melestarikan budaya peninggalan nenek moyang.
Menurut Darmansyah yang juga merupakan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sulawesi Barat, acara massossor manurung kali ini giliran Kerajaan Banggae.
"Sebenarnya banyak yang mau kita tampilkan tapi waktu yang sedikit. Insya Allah peringatan Hari Jadi Majene selanjutnya kita tampilkan. Kalau tahun ini Banggae. Tahun depan Kerajaan Pamboang, berikutnya Sendana, Ulumanda dan Malunda karena semuanya punya sejarah,"
Pada acara massossor manurung, pusaka dari Kerajaan Banggae yang dicuci ada tiga jenis. Diantaranya tombak, keris dan tameng. Dalam sambutan Darmansyah juga lebih terkhusus membahas tentang Kerajaan Banggae. Ia juga telah menulis pada salah satu koran harian di Sulbar dan membagikan tulisan tentang Banggae berjudul "Sejarah Politik Kerajaan Banggae".
Peringatan HJM ke 471 tahun ini, Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh tidak hadir. Tapi diwakili Bupati Majene, Fahmi Massiara menyampaikan sambutan dalam sidang paripurna. Acara bernuansa budaya ini dihadiri anggota DPRD Sulbar daerah pemilihan Majene, Wakil Bupati Polewali Mandar, Wakil Bupati Mamuju, anggota DPRD, unsur Muspida, dan kepala SKPD Kabupaten Majene. (Irwan)