Massa aksi memadati Kantor Gubernur Sulbar.
Mamuju, mandarnews.com – Sejumlah mahasiswa dari berbagai lembaga di Kota Mamuju yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Petani Sulbar Bergerak melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) tepat pada peringatan Hari Tani Nasional pada Jumat (24/9).
Dalam orasinya, mahasiswa menyoroti Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurut koordinator aksi Iswar, regulasi tersebut akan mengancam kedaulatan pangan dan reforma agararia yang bertentangan dengan ketentuan Undang-undang Pokok-pokok Agraria (UUPA) 1960, seperti penambahan hak guna usaha (HGU) yang sebelumnya 30 tahun menjadi 90 tahun dan pembentukan bank tanah.
“Penambahan masa izin HGU tersebut hanya menjadi keuntungan bagi korporat, sedangkan cita-cita swasembada pangan yang dicanangkan tidak menyentuh masyarakat, seperti dalam cita-cita pemerintah tentang reforma agraria sejati, yakni tanah untuk rakyat,” kata Iswar.
Sedangkan Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Mamuju Muh. Fathir mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulbar untuk segera membuat peta kawasan hutan lindung.
Menurut Fathir, saat ini Sulbar kehilangan corak produksi untuk lumbung pangan dikarenakan tidak adanya peta kawasan yang menjadi acuan untuk membatasi hutan lindung, hutan adat, hutan produksi, serta hutan.
“Saat ini Sulawesi Barat didikte oleh para pelaku HGU dikarenakan tidak adanya kesediaan Pemprov Sulbar untuk membagi corak produksi, dimana corak produksi ini menjadi acuan setiap wilayah kabupaten agar pembagian wilayah produksi jelas. Saat ini pemerintah hanya menonton,” tutur Fathir.
Berdasarkan data lapangan yang dikemukakan Irfan dari Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Mamuju, sejumlah konflik yang ada di masyarakat Sulbar saat ini meliputi konflik agraria di Mamuju Tengah, konflik di Kecamatan Tommo Kabupaten Mamuju, serta penambangan di Tappalang.
Belum lagi, ketidakjelasan aturan daerah yang mengeluarkan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan HGU membuat masyarakat harus terkena imbasnya.
Irvan menyebut, saat ini ada ratusan masyarakat di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Belang-belang harus mengganti atap tiap tiga bulan diakibatkan limbah PLTU.
“Ketidakjelasan peta HGU serta buruknya pengawasan Amdal berdampak pada masyarakat, lalu kalau seperti ini siapa yang bertanggungjawab?” tanya Irfan.
Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mamuju Muhammad Hasanal bahkan menyampaikan, terjadinya sejumlah bencana alam di Sulbar disebakan oleh ulah manusia, sehingga perlunya Pemprov membuat regulasi yang jelas.
“Kalau kita berangkat dari fenomena bencana alam yang terjadi, itu semua karena ulah manusia. Musibah longsor dan banjir di Kalukku, serta tambang batu gajah di Labuang Rano itu semua karena pengawasan yang tidak baik,” tutur Hasanal.
Setelah lebih satu jam berorasi, massa aksi kemudian diterima oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Muhammad Ali Chandra, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulbar Amri Eka Sakti, Kepala Seksi Pengawasan Hutan Dinas Kehutanan Sulbar Suriadi, perwakilan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Negara (Kanwil BPN) Sulbar, dan perwakilan Dinas Pertanian Sulbar.
Kepada massa aksi, Ali Chandra mengaku akan mencatat seluruh tututan massa aksi yang kemudian akan disampaikan pada Gubernur Sulbar.
“Seluruh tuntutan mahasiswa akan menjadi catatan, kemudian akan disampaikan ke pucuk pimpinan, yakni Gubernur Sulawesi Barat,” ujar Ali Chandra kepasa massa aksi.
Berikut 17 tuntutan massa aksi:
1. Cabut UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
2. Tanah untuk rakyat;
3. Laksanakan pembentukan gugus tugas pengawasan reforma agraria Sulbar;
4. Stop impor pangan;
5. Stop kriminalisasi petani;
6. Perjelas kinerja penyuluh pertanian;
7. Perjelas corak prduksi pertanian;
8. Segera menangani kelangkaan pupuk bagi petani;
9. Buat Peraturan Daerah (Perda) mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sawit;
10. Perjelas Amdal reklamasi Pantai Labuang Rano;
11. Tolak tambang batu gajah Labuang Rano;
12. Perketat pengawasan replanting (sawit);
13. Perjelas HGU perkebunan skala besar;
14. Perjelas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulbar;
15. Pemerintah membuat Perda Hak Ulayat di Bonehau Kalumpang;
16. Evaluasi Amdal PLTU Belang-belang; dan
17. Evaluasi pembangunan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kalukku.
Reporter: Sugiarto
Editor: Ilma Amelia