 
        Massa Hj. Sumrah memasang pagar seng di lahan yang diklaim seluas 6.800 meter persegi di Pasar Sentral Pekkabata.
Polewali Mandar, mandarnews.com – Sebagai buntut pemagaran lahan di Pasar Sentral Pekkabata yang disertai kericuhan, baik pihak Hj. Sumrah maupun Baco Commo akan melaporkan satu sama lain ke aparat yang berwajib.
Kuasa Hukum Hj. Sumrah, Dicky Prayogo, mengemukakan bahwa aksi perusakan pagar yang sempat dilakukan oleh ahli waris Baco Commo akan dilaporkan.
“Ini kan delik aduan. Semua yang terjadi di sini akan kita laporkan,” ujar Dicky kepada awak media di lokasi pemagaran, Kamis (30/10/2025).
Selaras dengan rekannya, kuasa hukum Hj. Sumrah lainnya, Reski, mengaku akan melaporkan perusak pagar itu.
“Kemarin ada pernyataan Kapolres untuk menindak siapa pun yang melakukan tindak pidana. Makanya kami akan tagih, perusakan ini adalah tindak pidana. Kami akan datangi Kapolres dan memberikan laporan,” kata Reski.
Ia menegaskan, lahan yang dipagari tersebut tidak ada kaitannya dengan nomor perkara 52 yang menyatakan bahwa ahli waris Baco Commo merupakan pemilik lahan.
“Yang jelas itu hanya dibuat saja sebagai tameng, padahal tidak ada kaitannya dengan 52. Objeknya di situ, di batas perairan sampai ke bawah, jaraknya lebih 100 meter,” imbuh Reski.
Menurutnya, dasar kepemilikan lahan itu sudah jelas. Hj. Sumrah keluar dari lahan karena diserobot, dikeluarkan oleh preman.
“Kalau mereka menggunakan berita acara eksekusi untuk menyerobot, kita juga punya berita acara eksekusi untuk menyerobot kalau begitu. Apa bedanya dulu dan sekarang?” sebut saja Reski.
Terkait pemagaran, Reski menjelaskan jika Hj. Sumrah bisa kena kalau masuk tanpa hak, tapi Hj. Sumrah mempunyai hak yang jelas dan tidak ada dari massa yang melakukan tindakan pidana.
Di sisi lain, ahli waris Baco Commo, Musdalifah, menuturkan hal serupa, yaitu akan mengadukan pemagaran lahan kepada polisi.
“Imbauan Kapolres kemarin, barangsiapa yang datang anarkis di Pasar Sentral, baik dari pihak Hj. Sumrah ataupun dari ahli waris, akan dikenakan sanksi hukum. Saya akan laporkan pemagaran ini dan melihat imbauan yang telah disampaikan pada saat mediasi,” ucap Musdalifah.
Ia bertekad akan tetap bertahan dan menuntut, terlebih dengan keluarnya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kepolisian Daerah Sulawesi Barat sebagai jawaban laporan tentang penyerobotan yang dilayangkan oleh Hj. Sumrah kepada Musdalifah.
“Apa gunanya SP3 saya ini kalau tidak dilindungi,” tukas Musdalifah.
Sementara saudara Musdalifah, Mahmud, menanggapi ketidakhadiran kepolisian ketika massa Hj. Sumrah melakukan pemagaran.
“Kami di sini sudah mendapat keputusan dari MA masih selalu ditindas begini. Di mana hukum? Kemarin di mediasi, Kapolres bilang akan menindaki semuanya yang bikin kutipan tanpa pandang bulu. Tapi buktinya mana? Sekarang mana?” imbuh Mahmud.
Dirinya pun memohon agar hukum ditegakkan dan tidak berbuat semena-mena kepada rakyat kecil.
Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Polewali Mandar, Komisaris Polisi (Kompol) Restu Indra Pamungkas, berharap kedepannya tidak ada permasalahan yang berkembang terkait persoalan lahan ini.
“Sebelumnya telah dilakukan mediasi, Pemkab bahkan sudah ikut memberikan rekomendasi, namun masing-masing pihak mungkin berpikir sebagai sisi yang benar. Tapi, yang terpenting adalah di lapangan tidak ada permasalahan kamtibmas. Itu saja dulu,” beber Kompol Restu Indra.
Soal pagar yang rusak, Kompol Restu Indra menilai kalau masing-masing pihak merasa benar dan punya kekuatan hukum. Tapi yang penting, tidak ada konflik secara kasat mata.
“Kami mengikuti perkembangan di lapangan dan berharap permasalahan selesai secara hukum, bukan berdasarkan pendapat masing-masing kelompok, apalagi permasalahan ini sudah cukup lama,” ungkap Kompol Restu Indra.
Prinsipnya, tambah Kompol Restu, kepolisian mengikuti persoalan ini sudah cukup lama dan menghindari munculnya konflik yang berkepanjangan. (ilm)

 
                         
         
        