Penulis: Anshar
(Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Manakarra)
Presiden harus punya sikap tegas untuk menolak wacana penambahan periodesasi Presiden. Presiden mesti mempunyai mentalitas yang baik dan jiwa nasionalisme yang tinggi untuk secepatnya mengambil sikap menolak wacana itu di publik.
Sebab, itu adalah sebuah pelanggaran konsitusi dalam negara. Namun, ketika justru membiarkan wacana ini mencuat semakin tinggi maka saya menganggap bahwa Presiden terlalu haus kekuasaan oligarki, sehingga tidak menghargai lagi nilai-nilai demokrasi.
Seharusnya, pemerintah lebih solutif dan fokus pada pemulihan dan stabilitas ekonomi, khususnya di masa pandemi Covid-19 ini yang telah melanda kita kurang lebih tiga tahun belakangan ini.
Melakukan manajemen yang baik agar anggaran tepat sasaran, bukan justru bergulir yang menguntungkan sebagian orang elit, politisi, dan pebisnis.
Ada ruang dalam politik yang harusnya dilaksanakan, bukan justru menganbil keuntungan pribadi dalam kondisi bangsa hari ini.
Pada titik ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang harusnya menjadi pengawas, justru melempen jika terkait isu penambahan periode Presiden.
Kurang tegasnya sikap DPR dalam penolakan wacana ini menimbulkan tanda tanya, meski kita tahu bahwa pada dasarnya DPR lahir dari sebuah proses demokrasi.
Sebagai wakil rakyat, para dewan yang terhormat harusnya melantangkan suara rakyat yang hari ini menjerit oleh kenaikan harga bahan pokok, bukan justru menikmati irama bersama oligarki kekuasaan yang meninabobokan kritik.
Lihat saja uraian-uraian yang saat ini menjadi lawan rakyat Indonesia.
Pertama, kelangkaan minyak goreng sampai saat ini belum ada titik terang untuk penyelesaian kasus ini. Ketika kita berpikir secara rasional pemerintah sebenarnya berbuat apa? Kelapa sawit di Indonesia menjadi penyumbang pajak kedua setelah Pajak Bumi dan Bangunan namun kok hasilnya menjadi polemik di masyarakat? Hal ini memantik kami di kalangan mahasiswa untuk mendalami hal ini, sebab kami menduga ada yang tidak beres dalam kasus ini.
Kedua, kelangkaan dan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Ini sangat memilukan. Rakyat Indonesia yang sebagian besar hidupnya tergantung kepada hal itu justru BBM dinaikkan tanpa alasan yang tepat.
Ketiga, yang lebih lucu bagi saya, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) justru mendeklarasikan dukungan tiga periode Presiden. Pertanyaan saya, apa dasar dari APDESI untuk melakukan pelanggaran konstitusi itu? Atau mungkinkan ada yang membisik dari belakang pada APDESI dengan tawaran yang menyenangkan? Tentu saja itu menjadi misteri.