
Oleh: Hasbi
Pendahuluan: Jalan Panjang yang Butuh Penataan Ulang
Sejak kelahirannya pada 5 Februari 1947, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah memainkan peran penting dalam membentuk arah perjuangan bangsa.
Didirikan oleh Lafran Pane dan 14 mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta, HMI bukan hanya organisasi mahasiswa, melainkan gerakan keumatan dan kebangsaan yang dibangun di atas prinsip keislaman dan keindonesiaan.
Cita-cita luhur ini menyatukan dua poros utama dalam identitas Indonesia: spiritualitas Islam dan nasionalisme progresif.
Namun, dalam perjalanannya kini, HMI tengah menghadapi tantangan serius dari dalam tubuh organisasinya sendiri.
Di tengah perubahan zaman yang serba cepat, transformasi digital, krisis ekologi, hingga tekanan geopolitik global, HMI masih dibebani oleh persoalan internal yang belum terselesaikan: lemahnya sistem kaderisasi, disorientasi ideologis, serta tidak adanya kelembagaan seperti Korps Pengader Nasional (KPN) dan mekanisme pembiayaan pengkaderan yang mandiri.
Revitalisasi internal ini bukan hanya soal memperbaiki manajemen organisasi, tetapi soal membangun fondasi gerakan yang kokoh dan berkelanjutan.
Tanpa pembenahan serius dari dalam, peran eksternal HMI sebagai kekuatan moral-intelektual bangsa hanya akan menjadi slogan kosong.
Maka, sebelum bicara tentang demokrasi, ketimpangan, dan peran kebangsaan, HMI harus terlebih dahulu memperbaiki dapurnya sendiri.
Revitalisasi Kaderisasi: Rekonstruksi Lembaga, Digitalisasi Sistem, dan Fondasi Kemandirian Organisasi
Salah satu tantangan utama yang membelenggu HMI hari ini adalah lemahnya sistem kaderisasi. Banyak cabang mengalami stagnasi, salah satunya karena tidak adanya Korps Pengader Nasional (KPN) sebagai lembaga khusus yang punya peranan penting menjalankan fungsi konsolidatif dan evaluasi sistem pengaderan.
Saat ini, proses pengaderan cenderung menjadi seremonial dan administratif, kehilangan daya transformasi yang seharusnya menjadi ruh kaderisasi.
Padahal, kaderisasi adalah jantung ideologis dan intelektual HMI yang menentukan arah, daya tahan, dan relevansi gerakan.
Saya memandang perlunya pengembangan sistem kaderisasi yang kontekstual dan integratif, yakni proses pembentukan kader yang tidak hanya berbasis manual formal, tetapi juga responsif terhadap realitas sosial serta membuka ruang partisipasi lintas generasi.
Alumni harus diberdayakan sebagai mentor, fasilitator, dan jejaring intelektual yang menopang pertumbuhan kader, bukan hanya sekadar tokoh yang dijadikan simbol seremonial.
Model kaderisasi juga perlu diarahkan untuk menghasilkan kader-kader yang memiliki kesadaran kritis, kapasitas teknokratis, dan komitmen keumatan.
Oleh karena itu, KPN sebagai lembaga pusat kaderisasi perlu diaktivasi dan direvitalisasi secara mendasar. Peranannya selain mengurus kurikulum juga bertransformasi menjadi pusat riset dan pengembangan kaderisasi nasional.
KPN harus mampu memetakan kualitas dan capaian kaderisasi di seluruh cabang, menyusun roadmap pembinaan jangka panjang yang berkelanjutan, serta mengadaptasi modul pelatihan dengan isu-isu kontemporer seperti demokrasi digital, ekologi politik, dan keadilan sosial.
Untuk menjawab tantangan zaman, HMI perlu menginisiasi digitalisasi sistem kaderisasi secara menyeluruh.
Saya mengusulkan pembentukan HMI Digital Learning Hub, sebuah platform nasional berbasis teknologi yang dapat menyimpan dan mendistribusikan materi pelatihan menjadi ruang berbagi praktik baik antar-cabang, menyelenggarakan diskusi kebijakan publik daring, serta menjembatani proses mentoring antar generasi.
Digitalisasi bukan sekadar gaya hidup teknologi, melainkan kebutuhan strategis untuk menjadikan kaderisasi HMI lebih inklusif, terbuka, efisien, dan adaptif terhadap ekosistem belajar masa kini.
Di sisi lain, tidak sedikit dinamika internal organisasi yang macet karena minimnya sumber daya finansial yang sehat dan mandiri.
Untuk itu, saya juga mengusulkan pembentukan Yayasan Kaderisasi HMI, sebuah badan non-struktural tetapi terafiliasi PB HMI yang mana bertugas menopang logistik dan pendanaan kegiatan-kegiatan pengaderan secara berkelanjutan.
Yayasan ini dapat menjadi penggerak utama bagi pelaksanaan LK II, LK III, Senior Course, Penataran Kohati, hingga lokakarya ideologis dan keumatan, tanpa harus tergantung pada bantuan instan yang sarat kepentingan eksternal.
Dengan tata kelola yang profesional, akuntabel, dan transparan, yayasan ini akan memperkuat fondasi kemandirian organisasi serta menjadi pelindung nilai dari infiltrasi pragmatisme dan distorsi transaksional.
Kombinasi antara revitalisasi sistem kaderisasi, digitalisasi pelatihan, dan pembangunan yayasan kaderisasi akan menjadi terobosan strategis dalam menjawab stagnasi gerakan dan menghidupkan kembali peran HMI sebagai katalisator perubahan bangsa di era baru.
Membaca Ulang Tantangan Demokrasi dan Arah Perjuangan Bangsa
Hari ini, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia tidak hanya terbatas pada persoalan ekonomi dan sosial, tetapi juga mengarah pada krisis demokrasi dalam bentuk yang lebih halus namun sistemik.
Demokrasi kita tengah mengalami pembajakan melalui instrumen hukum dan rekayasa perubahan konstitusi yang menguntungkan kekuasaan. Hal ini juga disampaikan secara tajam oleh pengamat politik, Ubedillah Badrun, dalam forum Halal Bi Halal HMI MPO pada 11 Mei 2025, bahwa yang kita hadapi sekarang bukan lagi represi militer yang kasat mata, melainkan manipulasi konstitusional yang membungkam partisipasi rakyat.
Fenomena ini dikatakan oleh Ubedillah Badrun sebagai otoritarianisme konstitusional, ketika hukum dijadikan alat justifikasi untuk memperkuat dominasi elit politik dan melemahkan kontrol masyarakat terhadap kekuasaan.
Demokrasi formal tetap berjalan, namun substansinya tercerabut, rakyat kehilangan peran dalam proses pengambilan keputusan publik.
Dalam konteks inilah, kesadaran kritis dan gerakan moral HMI menjadi semakin penting untuk membangun kembali ruang demokrasi yang sehat dan berkeadilan.
Kini saatnya HMI menata kembali visi keislaman dan kerakyatannya. Menjadi organisasi yang memihak pada kaum tertindas (al-mustadh’afin), menyalakan obor keilmuan, dan memperjuangkan transformasi sosial sebagai bagian dari ibadah kolektif.
Dengan menyinergikan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dan prinsip perjuangan kebangsaan, HMI dapat menjadi rujukan gerakan Islam progresif yang membumi.
Dalam pandangan Hasbi, ini bisa dimulai dengan membentuk pusat advokasi isu-isu strategis di bidang politik, hukum, pendidikan, lingkungan, ketahanan pangan, dan hak-hak sipil.
HMI dapat menjembatani kepentingan masyarakat akar rumput dengan pengambil kebijakan melalui riset, pendampingan, dan advokasi berbasis data.
Alih-alih terjebak dalam narasi identitas dan perebutan posisi, HMI harus menata ulang peran politiknya sebagai kekuatan moral-intelektual.
Dengan membangun kerja-kerja kolaboratif dengan LSM, komunitas petani, buruh, dan kelompok marjinal lainnya, HMI akan kembali menemukan akarnya dalam realitas rakyat.
Strategi Gerakan: Peta Jalan #HMIReborn
1. Revitalisasi KPN dan Standardisasi Kaderisasi Nasional
o Mengaktifkan kembali KPN
o Audit rutin mutu kaderisasi cabang
o Penyusunan kurikulum adaptif dan progresif
o Penguatan KPN sebagai pusat riset kaderisasi
2. Digitalisasi Gerakan dan Konsolidasi Pengetahuan
o Pembangunan HMI Digital Learning Hub
o Publikasi pengetahuan kader dan advokasi digital.
3. Pembentukan Yayasan Kaderisasi HMI
o Pendirian yayasan untuk menopang pembiayaan kaderisasi
o Alumni sebagai mitra strategis pelatihan dan mentoring.
4. Advokasi dan Gerakan Sosial
o Pusat advokasi isu strategis
o Gerakan solidaritas untuk wilayah konflik dan rakyat termarjinalkan
Penutup: Menyalakan Obor Baru
HMI tidak bisa terus-menerus bertahan dengan romantisme masa lalu. Kini saatnya menyusun ulang langkah, memperkuat jati diri, dan merancang masa depan.
#HMIReborn bukan sekadar slogan, melainkan panggilan untuk membangun organisasi yang adaptif, berani, dan transformatif.
Saya, Hasbi, menyatakan kesiapan untuk memimpin gerakan ini. Bukan demi posisi, tetapi untuk menghidupkan kembali semangat HMI sebagai laboratorium intelektual dan jantung moral bangsa.
Mari bersama-sama menyalakan obor peradaban baru.
Sekaranglah saatnya.