Penandatanganan MoU Indonesia-Perserikatan Britania Raya. Sumber foto: ekon.go.id
Jakarta, mandarnews.com – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia bersama dengan Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran serta Kementerian Bisnis, Energi, dan Strategi Industri Perserikatan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tentang Pengembangan Reformasi Regulasi di Indonesia, Rabu (12/6/2019).
Salah satu perwujudan kerja sama tersebut meliputi bantuan teknis untuk pengembangan reformasi regulasi dengan nilai bantuan mencapai £1,140,000 (satu juta seratus empat puluh ribu poundsterling) yang akan berlaku selama 5 (lima) tahun hingga 31 Maret 2023.
Bantuan tersebut bersumber dari hibah Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran Perserikatan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara melalui Dana Kesejahteraan Pemerintah Inggris untuk memberi bantuan teknis bagi Pemerintah Indonesia yang dikelola oleh Unit Pelayanan Regulasi Internasional, Kementerian Bisnis, Energi, dan Strategi Industri Perserikatan Britania Raya dan Irlandia Utara.
“Pemerintah Indonesia menyambut baik penandatanganan MoU ini. Kami harap program kerja sama ini berjalan dengan baik, dapat membawa perbaikan regulasi untuk meningkatkan iklim investasi sehingga mampu membawa pertumbuhan ekonomi inklusif, serta menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono, ketika memberikan sambutan pada acara penandatanganan MoU.
Ia menerangkan, penandatanganan MoU ini akan ditindaklanjuti dengan workshop terkait post border dan product market surveillance regime di Indonesia sebagai agenda kegiatan pertama.
“Implementasi MoU ini dapat berupa pertukaran informasi, program, pendidikan, pelatihan, seminar, dan pengembangan kapasitas; ataupun bentuk kerja sama lain yang telah disepakati bersama secara tertulis oleh kedua negara,” ujar Susiwijono.
Selain itu, lanjutnya, juga akan dibentuk rencana kerja spesifik dan terperinci dalam pengimplementasian yang akan ditinjau setiap tahunnya dengan tujuan dan hasil produk yang jelas.
“Program bantuan teknis ini bersifat fleksibel untuk merespon perkembangan isu prioritas dari Pemerintah Indonesia,” kata Susiwijono.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, H.E. Moazzam Malik menyebutkan, International Civil Service Effectiveness Index (InCisSE) telah menobatkan Inggris sebagai negara terbaik dalam membentuk dan mengimplementasikan regulasi.
“Inggris mempunyai sistem regulasi, termasuk regulasi ekonomi, yang sangat baik. Melalui program kerjasama yang baru ini, Inggris berbagi keahliannya dengan mitra-mitra di Indonesia dalam bersinergi dan mengimplementasikan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar di Indonesia,” ucap Dubes Malik.
Menurutnya, regulasi-regulasi harus diimplementasikan guna memastikan pasar-pasar berfungsi secara efektif demi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan.
“Regulasi yang baik menciptakan pemerintahan yang mampu mendorong bisnis start up dan investasi, sekaligus melindungi kebutuhan konsumen,” tukas Dubes Malik.
Ia berharap, kemitraan ini dapat membantu meningkatkan daya saing, membuka peluang bisnis bagi masyarakat, mempercepat investasi, serta memacu pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.
“Dengan kolaborasi ini, kami harap dapat mendukung kemajuan perekonomian Indonesia. Kalau Indonesia berhasil, kesempatan pada perekonomian dunia akan lebih besar, dan kita akan bisa menciptakan dunia yang lebih sejahtera,” tutur Dubes Malik.
Kerja sama teknis dengan Persemakmuran Perserikatan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara ini sangat tergantung pada dukungan seluruh kementerian dan lembaga (K/L).
Dalam hal ini, perlu peran aktif dari setiap K/L agar harapan tata kelola pemerintahan yang bersih dan efisien melalui pelaksanaan reformasi regulasi dapat terwujud.
Sebagai salah satu agenda prioritas Pemerintahan Presiden Joko Widodo, reformasi regulasi mendukung perwujudan prinsip Nawacita serta menjadi modal dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, terutama untuk mendukung pelaksanaan pembangunan dan perekonomian yang adil dan berkelanjutan.
Reformasi regulasi tersebut dilaksanakan guna menjaga momentum dalam perekonomian Indonesia. Sebab, Indonesia masih mampu bertumbuh 5,07% (yoy) di triwulan I – 2019 dan diharapkan akan mencapai 5,3% sesuai dengan target pemerintah di akhir 2019.
Hal ini penting mengingat kondisi perekonomian global belum membaik, yang antara lain terlihat pada penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini oleh Bank Dunia dari 2,9% di Januari 2019 menjadi 2,6% di Juni 2019, dan juga meningkatnya tensi perang dagang AS-China yang berimbas pada perlambatan perdagangan internasional.
Selain itu, realisasi investasi di Indonesia pada kuartal pertama 2019 mampu meningkat 5,3% dibandingkan capaian tahun sebelumnya, walaupun di tengah tren penurunan penanaman modal asing di emerging market dan tahun pemilu di Indonesia di mana investor memang biasanya melakukan aksi wait and see.
Lebih jauh lagi, di tengah peningkatan utang negara berkembang seperti yang dilaporkan Bank Dunia, Indonesia justru mendapatkan kenaikan Sovereign Credit Rating dari BBB- ke BBB didukung oleh tingkat beban utang pemerintah yang rendah dan kinerja fiskal yang moderat.
Menurut Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P), ekonomi Indonesia secara konsisten lebih baik dari negara-negara peers pada tingkat pendapatan sama.
Kenaikan peringkat S&P tersebut merefleksikan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat.
Potensi investasi yang masuk ke Indonesia juga diperkirakan akan tetap meningkat, setelah baru-baru ini peringkat daya saing Indonesia tercatat di peringkat 32 dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2019, naik 11 peringkat dari tahun sebelumnya di peringkat 43. Ini merupakan capaian yang tertinggi di Asia Pasifik.
Selain itu, Nikkei dan IHS Market merilis Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia mencapai posisi tertinggi dalam sembilan bulan terakhir yakni 51,6 di Mei 2019. (rilis Kemenko Perekonomian)
Editor: Ilma Amelia