
Nampak jalan menuju Kampus STAIN Majene masih ditutup dengan besi yang dipasang.
Majene, mandarnews.com – Status Jalan menuju Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene, Provinsi Sulawesi Barat, hingga saat ini masih belum jelas.
Akibatnya, mahasiswa yang hendak ke kampus harus melewati jalan rusak atau berputar arah untuk mencari jalan lain. Mengingat jalan menuju kampus itu masih ditutup oleh pihak yang mengklaim kepemilikannya.
Mahasiswa STAIN Majene pun menganggap Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Majene tidak serius dalam menyelesaikan pembayaran lahan menuju kampus tersebut.
Terbukti, hingga saat ini belum ada progres dari jalan yang dibangun dengan anggaran lebih dari Rp. 800 juta itu.
Mahasiswa STAIN Majene , Ahmad Samsuddin mengatakan sebelumnya, Pemda Majene melalui Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan (Perkimtan) telah menyiapkan anggaran Rp 1 Miliar untuk menyelesaikan pembayaran lahan.
Namun, sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Dimana yang menjadi alasan adalah karena ada sengketa antara pemilik lahan.
Pada 27 Mei 2022 Pemda Majene berjanji untuk mencarikan solusi terkait polemik tersebut di hadapan mahasiswa STAIN Majene yang melakukan aksi demonstrasi kala itu.
“Lima bulan janji itu terucap. Kini kami menagih janji. Jika Pemda betul-betul serius kenapa sampai sekarang persoalan ini belum bisa diatasi. Jika tidak bisa lebih baik mundur saja. Sikap itu lebih terhormat dari pada menyebar janji palsu. Dan kami atas nama mahasiswa STAIN Majene akan datang kembali menyambangi kantor Pemda Majene jika tidak secepatnya memberikan solusi sesuai janji yang dikemukakan,” tulisnya, beberapa hari.
Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Pertanahan Perkimtan Majene Sahar menuturkan, Pemerintah Kabupaten Majene akan membayar tanah itu, setelah status tanah bersih dan tidak ada masalah.
“Menurut pemahaman kami, tanah itu belum bersih dan dalam masalah. Yang kami maksudkan belum bersih, karena tanah itu ada empat kubu yang mengklaim pemilik lahan tersebut. Kubu pertama keturunan Hudong, Kubu kedua istrinya mantan pengacara, kubu ketiga Kamaruddin, dan Kubu keempat kelompok dua belas dimana koordinatornya Takim, itu sebabnya sehingga masalah ini berlarut-larut,” ungkapnya.
Lanjutnya, untuk membebaskan sebuah lahan, Pemda Majene butuh surat-surat kepemilikan lahan itu. Sementara, sampai saat ini surat kepemilikan lahan yang kami inginkan, dibutuhkan untuk pembebasan lahan administrasi belum diperlihatkan kepada kami.
“Informasi yang kami dapat bahwa, sertifikat asli ada pada ibu Juli atau istri mantan pengacara Hudong,” ungkapnya.
Pemda Majene telah melakukan berbagai upaya seperti mempertemukan orang yang klaim memiliki tanah itu, tetapi hasilnya nihil.
(Mutawakkir Saputra)