Majene – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Mandar menggelar Konferensi Kota (Konferta) ke III di Aula Stikes Bina Bangsa Majene, Sabtu 17 Desember 2016 kemarin. Konferta itu dihadiri Sekjend AJI Indonesia Arfi Bambani dan Korwil AJI Sulawesi dan Maluku Upi Asmaradana.
Baca : Didampingi Kontributor tvOne, Ridwan Alimuddin Terpilih Jadi Ketua AJI Kota Mandar
Saat menyampaikan sambutan, Arfi Bambani yang merupakan mantan redaktur detik.com dan viva.co.id ini menyampaikan sejumlah tantangan dunia jurnalisme saat ini. Menurutnya, tantangan terbesar jurnalisme saat ini adalah media sosial, dalam hal ini fenomena hoax (berita bohong).
“Masyarakat anggap itu kebenaran sebab dibagi oleh kenalannya di media sosial. Sayangnya para jurnalis, sering kali mengutip medsos. Kemudian memberitakannya tanpa ada konfirmasi. Ini problem mendatang, ketika dihadapkan pada persoalan-persoalan, kebangsaan. Bagaimana masyarakat terbelah oleh isu SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan). Itu yang terjadi belakangan ini,” kata Arfi Bambani.
Lanjut Arfi, hal ini terjadi bukan hanya di Indonesia, tapi ini fenomena dunia. Fenomena tersebut diistilahkan “feak news”. Seharusnya, sebagai jurnalis harus mengoreksi diri dalam bekerja. Jurnalis itu bekerja seperti rel kereta api.
“Saya mengutip bang Hasabuan Sirait. Kita bekerja seperti di rel, ada kiri dan kanan. Kedua-duanya tidak pernah ketemu tapi selalu seiring. Maksudnya, kita harus selalu melakukan verifikasi, mengecek setiap sumber. Ketika ada nara sumber mengutip sumber yang lain, yang disebut itu harus kita cek juga. Ketika kita bekerja dengan sistem itu, kita bisa menghindar dari sengketa pers,” jelasnya.
Jurnalis harus bekerja profesional dan mematuhi kode etik yang ada. Memberitakan secara berimbang dan melakukan konfirmasi saat membuat berita. Jika tidak, sengketa pers akan semakin meningkat dan kasus seperti di Tanjung Pinang bisa saja kembali terjadi.
“Kemarin dari Tanjung Pinang, ada jurnalis, ternyata dia tidak melakukan konfirmasi. Dia dilaporkan ke polisi. Fenomena itu banyak terjadi di luar Jawa. Ini harus jadi intropeksi bersama. Ketika melakukan penyajian berita dengan standar, kita bisa terhindar dari masalah. Ada seorang anggap pejabat korupsi, dia menuduh. Tanpa melakukan konfirmasi, itu sudah bersalah secara etik. Paling banyak media online,” ungkap Arfi. (Irwan)