Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono
Jakarta – Ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi kondisi ekonomi global yang makin menantang dengan inflasi tinggi serta kenaikan harga pangan dan energi, telah teruji dan diakui oleh dunia. Direktur Pelaksana IMF Kristaliana Georgieva saat bertemu Presiden Joko Widodo, Minggu (17/7) menyebut, Indonesia dalam situasi yang lebih baik. Hal itu dilihat dari berbagai indikator ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, neraca pembayaran, fiskal, dan moneter.
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Edy Priyono menegaskan, keberhasilan Indonesia menjaga daya tahan ekonomi pada masa pandemi dan ketidakpastian global, tidak terlepas dari jurus “Gas dan Rem “ Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia mengatakan, sejak awal Presiden sangat sangat konsisten menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam penanganan COVID19, dengan pendekatan kebijakan “gas dan rem”. Meski di awal banyak dikritik, namun strategi tersebut telah berhasil membawa ekonomi Indonesia pulih dan tumbuh. Tercatat, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2022, sebesar 5,01 persen (year on year).
“Sekarang terbukti bahwa strategi “gas dan rem “ Presiden Jokowi hasilnya sangat baik. Tidak hanya pada penanganan pandemi tapi juga pemulihan ekonominya,” kata Edy, di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (19/7).
Menurut Edy, pemerintah juga sangat konsisten dalam mengendalikan inflasi. Meski per Juni 2022, angka inflasi relatif tinggi dari biasanya, yakni mencapai 4,35 persen (year on year), namun jika dibandingkan dengan banyak negara lain angka tersebut relatif sangat baik.
Pengendalian inflasi, terang Edy, dilakukan dari dua sisi, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Bank Indonesia (BI) yang berwenang dalam kebijakan moneter, sampai saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun di sisi lain, BI menaikkan Giro Wajib Minumum (GWM) agar jumlah uang beredar tidak terlalu besar, sehingga inflasi lebih terkendali.
Sementara dari sisi fiskal, tambah Edy, pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan harga pangan dan energi di tengah gejolak pasar global. Caranya, dengan menambah anggaran subsidi dan kompensasi untuk energi, baik BBM, listrik, dan LPG.
“Karena kita tahu bahwa kenaikan harga BBM dan gas bersubsidi akan bisa memicu kenaikan harga berbagai barang dan jasa yang berimplikasi pada angka inflasi yang lebih tinggi lagi,” jelas Edy.
“Pemerintah juga konsisten melaksanakan program perlindungan social untuk menjaga daya beli kelompok kurang mampu di tengah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu, Edy menegaskan, pemerintah juga berusaha keras untuk menurunkan angka pengangguran, baik melalui pertumbuhan ekonomi atau melaksanakan berbagai pelatihan untuk memberikan bekal kepada calon pekerja.
Sejauh ini, ujar dia, pertumbuhan ekonomi berhasil menurunkan angka pengangguran dari 6,49 persen per Agustus 2021, menjadi 5,83 persen per Februari 2022. “Memang belum sepenuhnya kembali ke kondisi sebelum pandemi, yakni 5,28 persen per Agustus 2019,” pungkasnya. (Rizaldy/KSP)