Penulis : Zulkarnain Hasanuddin,SE,.MM
(Founder Garansi Institute).
Kampanye dalam pemilihan kepala daerah (gubernur/wakil gubernur,bupati/wakil bupati) adalah salah satu tahapan yang krusial diantara semua tahapan penyelenggaraan pemilihan, karena merupakan ruang konstitusional bagi setiap pasangan calon untuk mempengaruhi dan mengajak para pemilih melalui program kerja yang ditawarkan. Agar para voter menjatuhkan pilihannya pada pasangan calon tersebut pada saat pemungutan suara dilaksanakan,sekaligus menjadi ruang legitimasi untuk mengedukasi masyarakat (pemilih) sebagai bagian dari pendidikan politik yang menjadi tanggung jawab moral bagi para kontestan agar demokrasi tetap terawat dengan baik.
Kampanye juga menjadi agenda yang ruangnya disiapkan oleh undang-undang khususnya UU 1 2015 / UU 10 2016 tentang pilkada ( pasal 65 ) dan PKPU 13 2024. Bagi pasangan calon untuk melakukan debat terbuka untuk saling membantah dan mengasah argumentasi yang dideskripsikan dari visi, misi dan program masing-masing yang terukur dan rasional, yang dapat diterima lawan debat ataupun pemilih secara umum.
Sehingga kampanye menjadi arena pertumpahan Ide dan gagasan, bukan pertumpahan cacian dan makian atau black campaign, sehingga dialektika selama masa pelaksanaan kampanye menjadi modal besar bagi pertumbuhan dan perkembangan daerah. Tahapan kampanye yg diatur oleh KPU dalam PKPU 2 2023 tentang tahapan pilkada 2024 akan dilaksanakan ( 25 September – 23 November 2024 )
Namun ada yang menarik dalam kampanye pilkada yang selalu menyisakan ruang diskursus, baik itu ASN,Kades/Lurah dan lain-lain, maupun penyelenggara sendiri serta para penggiat demokrasi, dimana dalam undang-undang pilkada ada pelarangan dalam melibatkan pihak-pihak tertentu untuk turut serta dalam kampanye seperti ASN,Kades dll yang telah diatur dalam Regulasi yang mengatur pemilihan kepala daerah. Yang diatur dalam UU No 10 2016 Pasal 70 Ayat (1) yang bunyinya :
Dalam kampanye, pasangan calon dilarang
melibatkan:
a. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha
milik daerah;
b. aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan anggota Tentara
Nasional Indonesia; dan
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan
perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat
Kelurahan.
Sekaligus menjadi ujian bagi mareka dalam menjaga netralitas dan keberpihakannya walaupun posisi mereka juga adalah pemilih yang harus diberikan ruang untuk mengetahui program para calon kepala daerah
Narasi Undang-undang adalah melibatkan, dan jika membaca terrminologi dari kata melibatkan. Melibatkan artinya ada subyek dan obyek yang secara aktif mengajak seseorang untuk mengikuti permintaan atau permohonan dalam hal ini pasangan calon atau tim pasangan calon (subyek), untuk mengajak mereka ( ASN,Kades,Pejabat BUMN/BUMD ) hadir dalam pelaksanaan kampanye, sehingga larangan inilah yang diberlakukan dalam Undang-Undang tersebut baik Pemilu maupun Pilkada.
Tentu maknanya akan berbeda jika secara sadar para ASN,Kades,Lurah,BUMN,BUMD sendiri yg ingin melibatkan diri saat pelaksanaan kampanye yg dilaksanakan pasangan calon untuk mendengarkan janji melalui program kerja yg ditawarkan sebagai referensi bagi mereka dalam menentukan pilihannya. Tentu dengan tetap menjunjung netralitas baik dgn simbol-simbol tertentu maupun yg lain yg dilarang, dan tidak berpihak dengan asumsi mengarahkan yg lain atau mengkampanyekan pasangan calon untuk memilih salah satu dari pasangan calon yang berkompetisi.
Artinya keterlibatan dalam kampanye tidak bersifat larangan pada siapapun ( pemilih )tentu dengan posisi dan porsi masing-masing, ASN yang juga memiliki hak pilih (pemilih) diberikan porsi yang berbeda dengan Pemilih yang bukan ASN, dari keterbatasan itu harusnya tidak akan mengurangi makna mereka dalam menyalurkan hak pilihnya walaupun porsi keterlibatannya dalam kampanye dengan pemilih lain tidak sama, tetapi tetap berkesempatan untuk mengikuti kampanye dalam rangka mengetahui visi dan misi serta program dari setiap pasangan calon dengan tetap mengikuti peraturan yang membatasi mereka sebagai ASN dan sekaligus juga sebagai pemilih.
Karena secara subtansi terminologi kampanye Menurut UU 10 2016 perubahan dari UU 1 2015,Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
Sehingga dengan keterlibatan dalam kampanye yang dilaksanakan oleh semua pasangan calon, dapat menjadi media seleksi bagi mereka untuk menimbang dan mengkalkulasi sebelum menentukan pilihan.dan tentunya pilihan mereka akan berkualitas karena akan sangat dipengaruhi dari kualitas program yang ditawarkan oleh paslon, begitupun sebaliknya program yang tidak berkualitas akan mereka abaikan sebagai cara dalam melakukan seleksi terhadap calon pemimpin sebagai nahkoda daerahnya 5 tahun ke depan.