Massa berorasi di depan Kantor Gubernur Sulbar
Mamuju, mandarnews.com – Massa yang menamakan dirinya Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Buruh dan Pendidikan Sulawesi Barat menggelar aksi demontrasi bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada hari ini (Kamis, 2/5/2019) dan Hari Buruh yang diperingati kemarin (Rabu, 1/5/2019).
Kantor Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) pun menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa yang berasal dari berbagai lembaga kemahasiswaan dan pemuda di Mamuju ini.
Dalam orasinya, mahasiswa menuntut perbaikan di sektor pendidikan, pengupahan buruh, dan jaminan sosial bagi pekerja secara layak.
Irfan, selaku Koordinator Umum (Kordum) aksi mengatakan, upah buruh tidak layak, regulasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang tidak serius dalam mengatur perusahaan untuk mengupah selayaknya, dan menetapkan Upah Minimum Regional (UMR) sesuai peraturan yang ditetapkan pemerintah.
“Pemprov Sulbar tidak serius dalam menangani permasalahan upah pekerja. Lihat saja perusahaan yang tidak menerapkan jam kerja sesuai aturan dan pengupahan yang masih rendah,” ujar Irfan.
Sementara itu, perwakilan Pegawai Tidak Tetap/Guru Tidak Tetap (PTT/GTT) yaitu Janna mengeluhkan Pemprov yang tidak peduli terhadap tenaga pendidik.
“Pemerintah tidak peduli terhadap nasib PTT/GTT Sulbar, dimana gaji kami yang tidak layak dan juga belum dibayar sejak Bulan Agustus 2018 sampai April 2019 ini, lantas anak kami mau makan apa?” seru PTT/GTT dari Topoyo itu.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Sulbar, Madda Rezky Salating yang menemui massa menjelaskan, menurut data dari Dinas Ketenagakerjaan melalui Pengawasan Ketenagakerjaan, terhitung lebih dari 600 perusahaan yang tersebar di Sulbar denga total pekerja kurang lebih 360.000 orang akan mengikuti regulasi Pemerintah, khususnya mengenai pengupahan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Sulbar Tahun 2014 tentang Standarisasi Pengupahan.
“Kita telah mendata sekitar 600 perusahaan yang telah memenuhi syarat untuk melaksanakan pengupahan. Bagi yang melanggar ketentuan ini, akan dikenakan pidana dan ijin usaha akan dicabut,” tegas Madda.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulbar, Arifuddin Toppo menyebutkan, masalah PTT/GTT akan dimasukkan ke dalam anggaran perubahan untuk ditindak lanjuti, serta akan berkoordinasi dengan Sekretaris Provinsi dan Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar.
“Terkait masalah gaji PTT/GTT, itu terus dalam pembahasan dan akan dimasukkan ke anggaran perubahan yang sebentar lagi akan dibahas. Kita juga akan koordinasi ke Sekprov dan Gubermur terkait besaran anggaran yang akan dialokasikan,” ucap Arifuddin.
Sedangkan Sekprov Sulbar, Muhammad Idris enggan menemui massa dengan alasan surat izin tidak dimasukkan dalam kurun waktu 3×24 jam.
Mahasiswa yang kemudian kecewa langsung bereaksi dengan mengatakan bahwa Sekprov seharusnya mengetahui mekanisme demonstrasi dan seharusnya selalu membuka koordinasi dengan pihak kepolisian.
“Kalau urusan soal surat ijin itu bukan alasan dan bukan pula urusan Pemprov, surat izin dimasukkan ke kepolisian, bukan Pemprov. Seharusnya sekelas Sekprov paham demokrasi yang konstitusional,” tutur salah satu peserta aksi, Adam Jauri.
Selepas mendengarkan keterangan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan serta Kadis Ketenagakerjaan Sulbar, mahasiswa kemudian membubarkan diri dengan tertib. (Sugiarto)
Editor : Ilma Amelia