Tiga Kehadatan di Balla menggelar Ma’Rompo Bamba, Rabu 1 April 2020. foto: Yoris
Mamasa, mandarnews.com – Tiga kehadatan di wilayah Balla yaitu Balla Tumuka’, Balla Satanetean dan Balla Messalu melaksanakan ritual adat yang disebut Ma’Rompo Bamba di Magaluntun. Magaluntung adalah nama tempat di daerah perbatasan wilayah kehadatan yang berada dalam lingkup Pemerintahan Desa Balla Barat Kecamatan Balla Kabupaten Mamasa.
Ketua lembaga adat kecamatan Balla Thomas D, menjelaskan, “Ma’Rompo Bamba” artinya pagar wilayah atau wilayah kehadatan dipagari dengan permintaan doa kepada sang pencipta. Sejak zaman leluhur ritual ini selalu dilakukan ketika ada wabah penyakit yang akan melanda. Tujuannya adalah meminta kepada Sang Pencipta agar penyakit menular atau wabah tersebut tidak masuk ke wilayah kehadatan.
Dalam proses ritual “Ma’Rompo Bamba” disiapkan ayam jantan tiga ekor lalu disembelih, beras hitam secukupnya, dan beras putih secukupnya. Semua bahan dimasukan ke dalam bambu lalu dibakar sampai masak lalu ditaruh pada tempat persembahan yang disebut Kabombongan.
“Di setiap proses, baik penyembelian hewan ataupun memasak beras tersebut kami selalu mengucapkan kata-kata dalam bentuk doa dengan bahasa daerah dan bahasa isyarat, agar persembahan ini di terima Sang Pencipta,” kata Thomas D., Rabu (1/4) di sela penyelenggaraan ritual Ma’Rompa Bamba.
Selain itu tiga bahan diatas, disiapkan juga daun sirih, keris pusaka, dan jenis pusaka lainya untuk perlengkapan ritual yang ditancapkan di pohon bambu yang disebut “Lalundun” yang artinya pagar panangkal atau dengan sebutan Pagar Pelindung sesuai dari kata Ma’Rompo Bamba.
Proses ritual tak selesai begitu saja. Tapi ada aturan yang menjadi pelengkap. Aturan syarat itu menjadi pantangan yang tak boleh dilakukan masyarakat hadat.
Ini pantangannya :
1. Tidak boleh menumbuk pada malam hari.
2. Tidak boleh jemur pakaian pada waktu malam.
3. Tidak boleh menenun jika hari sudah menjelang malam (sore hari).
4. Tidak boleh menebang kayu jenis apapun di sekitar rumah.
5. Tidak boleh berteriak-teriak atau memancing keributan jika hari sudah sore apalagi dimalam hari.
Sebagai ketua lembaga adat, Thomas berharap kepada seluruh masyarakat Kecamatan Balla agar kita bersama-sama tidak melakukan pantangan tersebut agar benar-benar terhindar dari wabah dan Sang Pencipta pun akan melindungi sesuai doa-doa yang diminta.
“Serta mari kita melakukan anjuran pemerintah dan maklumat bapak Kapolri dan aturan ini berlaku sejak proses ritual selesai sampai waktu yang tidak ditentukan atau sampai wabah penyakit benar-benar sudah tidak ada,” ajak Thomas.
Yusuf, salah seorang anggota masyarakat Dusun Tanete Dambu, Desa Balla Barat mengatakan, selaku masyarakat tentu mendukung atas apa yang telah dilakukan tokoh adat karena sejak dari nenek moyang telah melakukan proses ritual tersebut dan selalu terbukti hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan.
“Asalkan kita mematuhi apa yang menjadi syarat atau larangan (pantangannya) yang dikemukakan oleh Kehadatan kita pasti akan bermanfaat bagi kita semua” tutup Yusuf. (Yoris)