Jamil memperlihatkan SK pertamanya pada 2005, awal mengabdi kepada Pemkab Majene, Rabu (20/7).
Majene, mandarnews.com – Seorang tenaga honorer, Jamil, menyampaikan keluh kesahnya setelah mengabdi selama 15 tahun lebih di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Majene karena diduga dikeluarkan tanpa alasan mendasar.
Jamil mengaku, sudah tiga bulan lebih ia tidak mendapat haknya selama melaksanakan kewajibannya.
Namun, yang membuat Jamil bersedih adalah sejak 2005 ia sudah mulai mengabdi di Pemkab Majene di Kantor Kecamatan Banggae.
Jamil sangat kecewa karena menganggap bahwa dirinya dikeluarkan tanpa alasan mendasar tanpa ada penyampaian, baik tertulis ataupun lisan.
“Kalau begini, otomatis kami menganggap kami sudah dikeluarkan karena hak kami sebagaimana mestinya tidak terbayarkan selama 3 bulan,” tegas Jamil, Rabu (20/7), saat ditemui di rumahnya.
Ia menceritakan, awal mula adanya permasalahan ketika memasuki tahun 2022.
“Waktu 2005 saya mengabdi di Kecamatan Banggae sebagai Linmas waktu itu. Singkat cerita saat almarhum Fahmi Massiara dilantik menjadi Bupati saya dipindahkan ke Bagian Umum dan ditempatkan di Bagian Perbelanjaan di rumah jabatan Bupati, jingga pada Lukman Bupati Majene saat itu dan pergantian Bupati saya masih aktif bekerja,” cerita Jamil.
Namun, saat awal tahun 2022, ia kemudian ditelepon oleh Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) untuk menjalankan tugas sebagai pembersih di Rujab Bupati.
“Saya pun laksanakan instruksi sesuai permintaan Kepala Bagian. Saya bekerja sejak Januari hingga Maret 2022, tapi saya bertanya-tanya kenapa hak kami tidak masuk karena biasanya dibayarkan per triwulan. Barulah saat jelang Hari Raya Idul Fitri 2022 Bupati memanggil dan menalangi gaji saya selama per triwulan sebanyak Rp1.050.000,- sesuai dengan gaji honorer selam tiga bulan,” kata Jamil.
Waktu itu, Jamil berharap kondisi dapat normal kembali karena Bupati Majene memberikan disposisi ke Bagian Umum.
“Tapi mengapa hak yang semestinya sudah kami terima itu belum dibayarkan. Makanya, kami menganggap bahwa kami sudah dikeluarkan karena sudah 3 bulan lebih ini hak kami belum diberikan, yaitu untuk April, Mei, dan Juni,” tukas Jamil.
Karena tidak adanya kejelasan status, Jamil pun sudah seminggu tidak masuk bekerja karena menganggap bahwa telah dikeluarkan.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Majene Salmawati Djammado yang mendengar keluh kesah honorer tersebut mengaku sangat kecewa terhadap Pemkab Majene jika hal demikian betul terjadi.
“Tindakan Pemda tidak berprikemanusiaan. Apalagi, secara pribadi saya mengetahui persis sifat Jamil. Jamil adalah honorer rajin dan jujur,” ujar Salma.
Menyinggung tentang hak yang belum diberikan, Salma menyampaikan, seharusnya Pemkab membayarkan gaji setiap honorer karena itu hak seseorang.
“Harusnya Pemda memberikan hak dari seseorang sesuai dengan kinerjanya,” tegas Salma.
Harusnya, lanjutnya, Pemkab tidak mengeluarkan tenaga honorer tanpa ada alasan yang mendasar, apalagi tanpa ada penyampaian, baik lisan ataupun tulisan.
“Saya berharap semoga honorer yang dikeluarkan bisa kembali diaktifkan,” sebut Salma.
Salma pun dengan tegas meminta agar Jamil tidak mengambil haknya jika di kemudian hari dihubungi tempatnya bekerja.
“Saya sudah sampaikan kepada dia bahwa jangan ambil uangnya, kecuali memang pihak Bagian Umum dapat memperlihatkan SK-nya karena kami juga sudah cari tahu di internal dan sepertinya memang Jamil tidak di SK-kan,” tutur Salma.
Sementara itu, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Kepegawaian Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Majene Sugianto membeberkan, status Jamil saat ini masih menjadi tenaga honorer dan mempunyai SK di Bagian Umum.
Hanya saja menurutnya, Jamil yang tidak pernah konfirmasi langsung terkait statusnya itu di Bagian Umum.
“Kalau terkait hak, tetap ada haknya. Hanya saja kendalanya saat ingin ditransfer waktu kemarin itu tidak bisa masuk, sehingga mungkin rekeningnya mati. Sementara Jamil tidak pernah konfirmasi langsung ke Bagian Umum,” tukas Sugianto.
Ia menjelaskan, Jamil sekarang diuntungkan karena dulu gajinya Rp350 ribu per bulan, sementara sejak Januari 2022 ini sudah Rp500 ribu per bulan.
“Karena dia dulu campur dengan administrasi, sementara sekarang sudah dipisah SK-nya khusus pembersih di rumah jabatan Bupati. Jadi, SK-nya ada dan gajinya masih utuh. Makanya kalau sudah datang dan membawa rekening kami langsung transferkan,” pungkas Sugianto. (Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia