Andi Guling (kiri) dan Tetikadi (kanan) yang ditemui saat demo tenaga honorer di Mamasa.
Mamasa, mandarnews.com – Tetikadi dan Andi Guling merupakan tenaga honorer di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, yang mengabdi sejak tahun 2005 hingga saat ini, yang bila dihitung sekitar 20 tahun lamanya.
Andi Guling dan Tetikadi adalah dua orang perempuan tangguh. Mereka adalah pejuang muda yang tergabung dalam organisasi Masumpa saat perjuangan pembentukan Kabupaten Mamasa sejak 23 tahun yang lalu.
Masumpa adalah singkatan dari Mamasa, Sumarorong, Mambi, Pana. Oganisasi tersebut dibentuk oleh Gerakan Mahasiswa Mamasa saat itu untuk mendukung pembentukan Kabupaten Mamasa.
Andi Guling, saat diwawancarai media, Senin (3/2/2025) mengatakan, pihaknya menggelar aksi guna menuntut status selaku tenaga honorer.
“Kami tenaga honorer R2 yang menuntut agar disamaratakan dengan tenaga honorer PPPK R1. Kami tidak ingin diberikan paruh waktu karena kami sudah telanjur diberikan full waktu untuk bekerja selama puluhan tahun,” ucap Andi Guling.
Dirinya sudah mengabdi berpuluh tahun lamanya, lanjutnya, namun mengapa sepertinya tidak ada keadilan untuk pihaknya yang mengabdi bagi negara begitu lama, apalagi Andi Guling juga berjuang saat pembentukan Kabupaten Mamasa.
“Salah satu buktinya, saya diberikan piagam penghargaan sebagai pemuda pejuang pembentukan Kabupaten Mamasa yang mewakili perempuan pada periode Ramlan Badawi sebagai Bupati,” terang Andi Guling.
Andi Guling bekerja pada Bidang Perbendaharaan Kantor Badan Pengelola Keuangan Daerah sebagai tenaga honorer R2.
Sementara itu, Tetikadi menyampaikan, ini adalah upaya memperjuangkan keadilan karena sudah puluhan tahun melakukan pengabdian, namun sepertinya tidak diperhitungkan.
“Saya menjadi tenaga honorer di Kantor Kecamatan Rantebulahan Timur (Rantim) sejak 20 tahun yang lalu. Apakah pemerintah tidak memperhitungkan lamanya pengabdian saya tersebut?” tanya Tetikadi.
Ia berharap, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat memperhitungkan pengabdian tenaga honorer kepada negara, mengingat waktu pengabdian yang sudah lama.
“Jika curhat sedikit tentang pengabdian saya selama 20 tahun, itu sangat menyedihkan. Saya berjalan kaki sepanjang 3 kilometer dari rumah menuju kantor setiap harinya. Namun, mengapa pengabdian tersebut tidak diperhitungkan? Kasihan kami,” tutup Tetikadi dengan nada penuh kekecewaan. (Yoris)
Editor: Ilma Amelia