
Pj Ketua Umum KKPMB periode 2025-2026, Muh. Rifqi Al-Faqih.
Makassar, mandarnews.com – Kerukunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Batetangnga (KKPMB) mengecam dengan tegas kasus mengungkapkan seksual yang diduga dilakukan oleh salah satu kepala dusun (kadus) yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kecamatan Binuang.
Organisasi yang mewadahi mahasiswa asal Batetangnga tersebut menilai peristiwa ini tidak hanya mencoreng nama baik desa, tetapi juga menimbulkan keresahan sosial di tengah masyarakat.
Menurut KKPMB, kasus ini menimbulkan kegemparan dan kekecewaan mendalam di tengah masyarakat. Pasalnya, sosok yang seharusnya menjadi pemimpin serta pendidik anak justru diduga menjadi pelaku kekerasan seksual.
KKPMB menilai, kasus tersebut bukan hanya persoalan individu, melainkan juga potret kegagalan moral yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan dan perlindungan anak.
Oleh karena itu, KKPMB mendesak aparat kepolisian serta pihak terkait untuk memproses kasus ini dengan serius, transparan, dan memberikan perlindungan penuh kepada korban.
Dalam pernyataannya, KKPMB menegaskan bahwa pelecehan seksual merupakan tindakan asusila yang tidak dapat ditoleransi dalam bentuk apapun.
Penjabat (Pj) Ketua Umum KKPMB periode 2025-2026, Muh. Rifqi Al-Faqih, menekankan bahwa pihaknya berdiri bersama korban dan mendesak aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut secara adil, transparan, dan tanpa pandang bulu.
“Kami mengecam keras segala bentuk kekerasan seksual. Perilaku yang ditunjukkan oleh pelaku jelas merupakan bentuk imoral yang seharusnya tidak ditunjukkan oleh seorang pemimpin, terlebih lagi pelaku sendiri merupakan kepala sekolah. Kasus ini harus diusut tuntas agar memberikan efek jera bagi pelaku serta memberikan rasa aman bagi masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak di desa,” ujar Rifqi, Selasa (9/9), dalam rilis yang diterima redaksi.
Selain mendesak aparat hukum, KKPMB juga mengajak seluruh elemen masyarakat, tokoh adat, pemuda, dan pemerintah desa untuk lebih proaktif menciptakan lingkungan yang aman.
Menurut KKPMB, pencegahan kasus serupa dapat dilakukan melalui edukasi, sosialisasi tentang bahaya kekerasan seksual, serta pemberdayaan masyarakat dalam menjaga solidaritas sosial.
Lebih lanjut, KKPMB berkomitmen untuk membuka ruang advokasi bagi korban dan mendukung pemulihan psikologis mereka.
Dukungan tersebut menjadi bagian dari upaya KKPMB dalam memperjuangkan keadilan sosial sekaligus menjaga nama baik desa sebagai tanah kelahiran yang berbudaya.
“Kami berdiri bersama korban dan keluarganya. Kasus ini harus menjadi pelajaran pahit agar masyarakat lebih waspada, serta memastikan lembaga pendidikan dan perlindungan anak benar-benar dijalankan oleh orang-orang
yang berintegritas,” tambah Rifqi.
Dengan pernyataan sikap ini, KKPMB menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual, terlebih lagi jika dilakukan oleh figur publik yang seharusnya menjaga dan melindungi anak-anak.
KKPMB berharap, kasus mengungkapkan seksual di Binuang tidak hanya diproses secara hukum, tetapi juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk lebih peduli, waspada, dan bersatu dalam melawan segala bentuk kekerasan seksual. (rls)
Editor: Ilma Amelia