Majene, mandarnews.com – Ketua DPRD Majene Darmansyah mengklarifikasi pernyataannya saat diskusi akhir tahun Kaleidoskop 2016 di Gedung Boyang Assamalewuang, Jum’at 30 Desember 2016. Pernyataan Darmansyah itu yang menyebutkan semboyan Indonesia, Bhineka Tunggal Ika berasal dari Bahasa Mandar, bukan dari Bahasa Sansekerta.
Baca : Ketua DPRD Majene Sebut Bhineka Tunggal Ika Berasal dari Bahasa Mandar, Bukan Bahasa Sansekerta
Darmansyah yang didampingi stafnya, Muhammad Munir menggelar pertemuan dengan sejumlah masyarakat dan mahasiswa, Rabu 4 Januari 2017. Termasuk jurnalis mandarnews.com yang memuat pernyataan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sulawesi Barat (Sulbar) yang menuai kontroversi di media sosial, facebook.
Saat menyampaikan argumen yang menuai kontroversi itu, Darmansyah mengaku tidak berkelakar. Sebenarnya, ia ingin mengatakan bahwa dalam Bhineka Tunggal Ika ada Bahasa Mandar.
Intinya begini, saya tidak berkelakar, jadi bukan kelakar. Saya mempertanggung jawabkan bahwa dalam kalimat Bhineka Tunggal Ika ada kata Mandar, tunggal. Ada kata Bahasa Mandar,” kata Darmansyah.
Darmansyah menyebutkan, dalam kalimat Bhineka Tunggal Ika kurang lebih ada 1.400 suku bangsa di Indonesia yang tidak terlepas dari kebhinekaan. Menurutnya, justru salah kalau Budaya Mandar tidak termaktub dalam keaneka ragaman Bhineka Tunggal Ika itu.
“Malah dalam kata Bhineka Tunggal Ika, entah secara kebetulan atau tidak, dan apakah kita yang mengadopsi atau orang Jawa yang mengadopsi tentang kata tunggal. Karena secara kebetulan di Mandar juga, ada kata tunggal,” ungkapnya.
Selain itu, ia menganggap forum dalam Kaleidoskop 2016 tersebut adalah forum ilmiah. Hal itu dijadikan alasan untuk menyampaikan argumen kontrovesi tersebut untuk meningkatkan pengetahuan budaya, khususnya Budaya Mandar.
Sementara itu salah satu peserta diskusi, Alam Saubil mengatakan, pernyataan yang diungkapkan dalam forum resmi tanpa ada data yang jelas itu berbahaya. Menurutnya, jangan sampai ada saling klaim asal kata bahasa hanya karena ada kemiripan bahasa daerah atau pada salah satu bahasa suku tertentu.
“Jangan sampai menjadi kebiasaan kita membangun argumen yang belum jelas. Salah satu contoh, kata Indonesia. Jangan sampai kita mengatakan itu berasal dari Bahasa Mandar karena ada kata Indo (ibu). Hal-hal seperti itu bisa merusak konteks bersuku-suku di Indonesia. Akan ada caplok mencaplok, itu yang saya khawatirkan kedepan,” kata Alam yang merupakan salah satu kader Ikatan Mahasiswa Mandar Majene Indonesia (IM3I) ini.
Selanjutnya, Darmansyah merencakan akan menggelar dialog kebangsaan yang akan membahas Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif kemandaran. Rencananya, ia akan menghadirkan ahli dibidang dalam dialog kebhinekaan tersebut.
“Cukup pernyataan saya dikembangkan saja dalam rangka pengembangan sejarah dan budaya Mandar. Tidak perlu kita dialog karena nanti kita adakan forum tententu yang akan menghadirkan ahli dalam bidang itu, karena saya bukan ahlinya,” jelas Darmansyah. (Irwan)