Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI Abetnego Tarigan Memimpin Rakor Soal WBTB bersama Kemendikbud, Kemenko PMK, Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, dan Pemda Ponorogo, Kamis (21/4).
Jakarta – Tuntutan para seniman agar Reog Ponorogo masuk dalam prioritas pengajuan ke ICH UNESCO terus bergulir di sejumlah daerah. Aksi ini bermula saat tersiar kabar, bahwa upaya Pemda Ponorogo dalam memperjuangkan Reog sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) yang disahkan oleh UNESCO belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Situasi di atas, diperburuk dengan adanya informasi terkait rencana Malaysia akan mengajukan reog sebagai WBTB ke UNESCO.
Merespon hal itu, Kantor Staf Presiden menggelar rapat koordinasi dengan Kemendikbud, Kemenko PMK, Pemerintah Daerah Ponorogo, dan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), pada Kamis (21/4).
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI Abetnego Tarigan mengatakan, Rakor digelar untuk mencari titik temu soal perdebatan prioritas pengajuan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia ke ICH UNESCO.
“Apalagi isu terakhir sudah menyangkut soal kalah dan menang antara kesenian Reog dan budaya jamu. KSP tidak ingin perdebatan itu berlarut-larut. Makanya hari ini kami (KSP) mengundang bapak-ibu di sini ( gedung Bina Graha),” kata Abetnego saat membuka Rakor.
Seperti diketahui, tahun ini Indonesia mengusulkan empat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) untuk diinkripsi ke UNESCO. Yakni, budaya sehat jamu, reog Ponorogo, warisan budaya tempe, dan tenun tradisional.
Empat WBTB yang masuk dalam nominasi tersebut, selanjutnya akan diperiksa oleh Komite ICH UNESCO. Jika Komite menyatakan layak untuk diinkripsi, maka Indonesia hanya boleh mengajukan satu dari empat WBTB yang diusulkan tersebut.
Abetnego mengatakan, Kemendikbud melalui Direktorat Perlindungan kebudayaan sebaiknya melakukan pendalaman sebelum memutuskan WBTB yang akan diinkripsi oleh UNESCO. Agar ke depan tidak memunculkan keriuhan di masyarakat.
“Kami berharap penentuan itu didasarkan pada kajian-kajian strategis, terutama melihat WBTB mana yang butuh perlindungan mendesak,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Perlindungan Kebudayaan Kemendikbud Irina Dewi Wanti menegaskan, keputusan pemerintah memprioritaskan jamu untuk dibawa ke UNESCO masih belum final. Namun dari hasil telaah Kemendikbud, kata Irina, pemilihan jamu sangat sesuai dengan kondisi saat ini.
“Dunia sekarang sedang sakit, mengalami pandemi COVID19. Lewat budaya Jamu, Indonesia ingin menunjukkan bahwa kita punya pengetahuan tentang obat-obatan dan pengetahuan. Ini bukan hanya soal masa lalu. Tapi budaya ini terus digunakan oleh masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yang hadir secara online menyampaikan, masa pandemi benar-benar memukul nasib para seniman reog, karena tidak bisa pentas atau manggung akibat adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Keputusan pemerintah yang lebih memprioritaskan jamu ke UNESCO, ujar dia, justru akan semakin menyakiti perasaan para seniman.
“Kalau perlu saya bersimpuh pada ibu Direktur, agar bisa merubah keputusan. Kami mohon, ini demi nasib para seniman reog bukan hanya di Ponorogo tapi juga di daerah lain,” pinta Heri Sukoco pada Direktur Perlindungan Kebudayaan Kemendikbud Irina Dewi Wanti.
Sebagai informasi, UNESCO hanya akan menginkripsi 50-55 elemen budaya tiap tahunnya pada daftar ICH UNESCO. Sehingga diperkirakan setiap negara memiliki kesempatan untuk menominasikan satu elemen budaya setiap dua tahun.
Jika merujuk data Kemendikbud, Indonesia memiliki 1.528 elemen budaya yang belum didaftarkan ke UNESCO. Jika ribuan elemen budaya tersebut ingin diajukan sebagai WBTB ke UNESCO, maka diperkirakan butuh tiga ribu tahun prosesnya. (KSP)