Deputi V Kepala Staf Kepresidenan RI Jaleswari Pramodhawardani
Jakarta – Kantor Staf Presiden (KSP) akan mengawal komitmen pemerintah untuk terus menghidupkan moderasi beragama bagi masyarakat. Salah satunya dengan menghidupkan toleransi antar umat beragama. Deputi V Kepala Staf Kepresidenan RI Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan ini, di Jakarta, Sabtu (10/12).
“Terkait moderisasi agama, intoleransi, kebhinekaan, dan penghormatan terhadap HAM, Itu bukan hanya program prioritas nasional, tapi juga bagian dari pengelolaan isu strategis yang menjadi tugas di KSP,” tegas Jalewari.
Jaleswari mengakui, tidak mudah untuk mengimplementasikan komitmen pemerintah dalam menciptakan moderasi beragama bagi masyarakat. Namun, dengan keberhasilan beberapa pemerintah daerah dalam menekan konflik antar umat beragama, bisa menjadi acuan bagi KSP untuk mengurai sumbatan permasalahan intoleransi di lapangan.”Karena sudah tercipta mekanismenya,” sambungnya.
Ia mencontohkan, penyelesaian sengketa pendirian Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Kota Bogor, yang telah berlangsung selama 15 tahun. “KSP selama ini terus memberikan pendampingan atas penyelesaian konflik melalui jalur mediasi yang panjang. Ini bisa direplikasi untuk penyelesaian kasus yang sama di daerah lain,” katanya.
Sementara itu, menurut Wali Kota Bogor Bima Arya, selama ini penyelesaian kasus intoleransi agama di daerah seringkali hanya dibebankan kepada pemerintah daerah setempat. Ia menambahkan, pemerintah pusat punya andil dan harus berani mengambil kebijakan yang konkrit untuk peduli dalam penyelesaian konflik. “Sayangnya pendekatan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan selama ini terlalu birokratis dan formal,” ujar Bima Arya saat dihubungi KSP, Jum’at (10/12).
Masih kata Bima Arya, penyelesaian masalah HAM yang terkait dengan intoleransi dan diskriminasi terhadap umat-umat minoritas, memerlukan kebijakan yang tegas dan menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir. “Contohnya dalam penyelesaian GKI Yasmin ini, orang-orang jadi tahu bahwa keberpihakan bukan hanya retorika dan seremoni melainkan kebijakan yang konkrit,” ucapnya.
Penguatan-penguatan forum dialog antar umat beragama, juga dirasa menjadi cara ampuh dalam menghidupkan moderasi beragama bagi masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah kota kediri dengan menggandeng komunitas dan paguyuban antar umat beragam.
“Mereka kami gandeng untuk mengambil kebijakan-kebijakan sesuai aturan. Termasuk pembuatan gereja, pura, dan lainnya,” jelas Wali Kota Kediri Abadullah Abu Bakar kepada tim KSP lewat aplikasi pesan.
Wali Kota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto menyampaikan, masalah intoleransi dan diskriminasi sama denga radio aktif, yakni cepat merambat ke semua ruang. Maka dari itu, diperlukan resiliensi dari bawah untuk menghilangkan rasisme.
“Kami gerakkan perangkat perangkat di lapisan bawah, mulai dari Camat, Lurah, RT, dan RW untuk menjadi influencer dalam membangun komunikasi kepada kelompok-kelompok berbeda. Kami menyebutnya dengan istilah Makasar Merata atau Pasi Barania,” terang Moh. Ramdhan. (KSP)