Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Panutan S. Sulendrakusuma ketika melakukan pemantauan langsung harga minyak goreng di Pasar Paseban, Jakarta Pusat, Rabu (12/1).
Jakarta – Tingginya harga minyak goreng di pasaran membuat warga dan pedagang pengecer cemas. Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Panutan S. Sulendrakusuma didampingi oleh beberapa tenaga ahli KSP pun turun ke sejumlah pasar di Jakarta, Rabu (12/1), untuk memantau harga minyak goreng dan mendengarkan keresahan warga.
KSP, dalam menjalankan fungsinya untuk menyelesaikan masalah program-program prioritas nasional secara komprehensif, terus melakukan pemantauan harga komoditas pangan secara reguler di pasar-pasar tradisional dan ritel modern.
“Berdasarkan hasil pengecekan lapangan, kami mendapati minyak goreng tidak langka, namun harganya mahal karena proses produksinya menggunakan CPO (Crude Palm Oil) yang harganya di dunia juga sedang tinggi,” Kata Deputi III KSP Panutan S. Sulendrakusuma.
Harga minyak goreng kemasan di beberapa pasar baik di Jakarta Pusat maupun Jakarta Timur terpantau di sekitar Rp20.000 – Rp21.000/ liter. Sementara untuk minyak goreng curah terpantau di sekitar Rp19.000 – Rp20.000/ kg. Hal ini sejalan dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), yang melaporkan rata-rata nasional untuk harga minyak goreng curah di pasar tradisional per hari ini (11/1) tercatat Rp 18.700/kg. Sementara itu harga PIHPS untuk minyak goreng kemasan juga terpantau masih stabil tinggi di pasaran di kisaran angka Rp20.400- Rp20.900/kg.
Bambang yang merupakan pedagang eceran di Pasar Induk Kramat Jati, misalnya, mengaku mengalami penurunan penjualan karena harga minyak goreng yang tinggi. Beberapa pedagang gorengan yang menjadi pelanggannya sudah angkat tangan dengan tingginya harga minyak goreng curah dan kemasan. Akhirnya, pelanggan Bambang pun berkurang.
Pemerintah sedang mematangkan rencana untuk menyediakan minyak goreng dengan kemasan sederhana sebanyak 1,2 miliar liter dalam jangka waktu enam bulan dengan harga Rp14.000/ liter. Kebutuhan biaya untuk menutup selisih harga, sebesar Rp3,6 triliun akan bersumber dari anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS).
Presiden telah menugaskan Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, dan Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mempercepat implementasi dari kebijakan ini.
Namun demikian, Deputi III KSP berpendapat bahwa agar kebijakan operasi pasar berjalan efektif, pemerintah harus melibatkan semua jaringan pasar. Ia juga berpendapat bahwa pasokan CPO kepada produsen minyak goreng juga perlu diamankan agar kenaikan harga seperti ini bisa dimitigasi.
“Program subsidi juga harus dikelola, pemerintah akan mengidentifikasi pengecer hingga konsumen, atau mungkin buat sistem seperti kartu konsumen. Jangan sampai dana Rp 3,6 T yang digelontorkan mengalir ke produsen lagi. Karena ini bukan subsidi untuk produsen, ini subsidi untuk konsumen,” lanjut Panutan. (KSP)