Logo Majene versi lama.
Majene, mandarnews.com – Wacana pergantian logo Kabupaten Majene karena alasan sudah tidak relevansi dengan realita Majene saat ini terus menuai kontroversi.
Pasalnya, pergantian logo Majene disebut-sebut tidak meski dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Majene karena masih banyak hal urgent yang sepatutnya diprioritaskan untuk diperhatikan.
Salah satu yang turut memberi pernyataan terkait wacana pergantian logo adalah Muhammad Ridwan Alimuddin. Salah satu pemerhati Kebudayaan di tanah Mandar.
Pria kelahiran Tinambung, Polewali Mandar (Polman) ini menyampaikan jika Pemkab saat ini, tidak sewajarnya untuk melakukan pergantian logo.
Menurutnya, masih banyak hal lain atau urgent yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Daerah seperti hal pelayanan dasar masyarakat, baik pendidikan, kesehatan dan utamanya kesejahteraan sosial seperti hal bagi penyintas gempa yang sampai saat ini masih bertahan di pengungsian.
Ridwan menyampaikan, jika memang Pemda Majene harus betul-betul melakukan perubahan atau pergantian logo, maka ia menyarankan agar Pemda Majene cukup hanya memperhalus setiap unsur yang ada di dalam logo Majene saat ini.
“Jadi Pemda cukup memperhalus unsur dalam logo dan mempatenkan satu logo, karena sampai saat ini jika kita melakukan pencarian logo Majene di google maka masih banyak versi yang tampil,” ungkap Ridwan, dikonfirmasi,Selasa (15/2).
Kata Ridwan, salah satu yang perlu diperhalus Pemda Majene dalam logo itu adalah unsur yang ada dalam logo, seperti hal perahu olang mesa.
Ia menyampaikan, jika unsur perahu olang mesa dalam logo Majene dari dulu hingga desain logo baru Majene yang tersebar saat ini bukanlah olang mesa seutuhnya.
Pemerhati Kebudayaan sekaligus peneliti ini menyebutkan, jika unsur perahu olang mesa yang sebetulnya adalah memiliki bentuk perahu bagian depan lurus atau tidak melengkung.
Contoh perahu olang mesa sebetulnya menurut Ridwan Alimuddin :
Apalagi lanjut Ridwan, jika betul-betul logo Majene diganti karena alasan tidak relevansi dengan realita Majene saat ini, maka ia pun mengatakan jika saat ini sangat jarang bahkan tidak ada pohon kapas lagi di Majene. Sementara Pemkab Majene masih memberikan unsur kapas di dalam desain logo baru Majene.
Ia pun berharap, agar pemerintah Majene tidak melakukan perbaikan logo dengan merombak habis, tapi melainkan memperhalus logo Majene dan tetap mempertahankan nilai sejarah.
Penolakan rencana penggantian Logo Majene juga disampaikan oleh Mahasiswa Hukum Jogjakarta asal Majene, Abdul Muid.
Muid menilai, pergantian logo Majene bukanlah sesuatu yang urgen untuk dilakukan oleh Pemda.
Menurutnya, Pemda harusnya lebih fokus pada kerja-kerja kerakyatan misalnya memperhatikan penghidupan dan kehidupan bagi masyarakat seperti hal masyarakat pesisir dalam hal ini nelayan sebagai penghasil ikan.
“Jadi fokusnya pada kesejahteraan nelayan ketimbang mengurusi hal yang bukan subtansi amanat penderitaan rakyat,” tegas Abdul Muid atau akrab disapa Bung Muid ini.
Ia menyebutkan, alasan penggantian logo lantaran sudah banyak yang tidak sesuai dengan keadaan sekarang pun juga alasan yang sangat tidak masuk akal dengan landasan filosofis.
“Kalaupun niatnya mengembangkan atau menghargai nilai budaya, maka saya sarankan lebih baik merancang atau melaksanakan Peraturan Daerah, perlindungan masyarakat adat yang ada di Majene, itu lebih konkrit ketimbang mengurusi “Kulit ketimbang Isi” karena itu hanya akan merawat nalar feodal,” tutupnya.
Seperti diketahui sebelumnya, bahwa Pemda di awal tahun 2022 melaksanakan rapat terkait wacana pergantian logo dengan alasan karena sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang.
Baca juga :
(Mutawakkir Saputra)