
Pengunjung berpose bersama tau-tau atau patung yang terbuat dari kayu. Tau-tau pernah dipamerkan hingga Eropa.
Polman, mandarnews.com – Boyang Kaiyyang atau Aula Taman Budaya dan Museum Sulawesi Barat (Sulbar) yang ada di Buttu Ciping Desa Batulaya, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar diresmikan, Rabu (10/11).
Namun, yang unik dari acara ini adalah sejumlah kabupaten di Sulbar memamerkan benda pusaka dan bersejarah karena kegiatan juga diselaraskan dengan Festival Budaya Sulbar.
Salah satu kabupaten yang ikut berpartisipasi dalam acara ini adalah Kabupaten Mamasa dengan memamerkan pusaka dan benda tradisional lainnya.
Anna Sari selaku Kepala Seksi (Kasi) Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mamasa mengatakan, dalam acara ini dipamerkan sejumlah pusaka dan benda tradisional lainnya yang pernah dipamerkan hingga ke Eropa, seperti Belanda.
Anna menyampaikan, salah satu benda bersejarah yang dipamerkan dalam Festival Budaya Sulbar adalah tau-tau.
Tau-tau adalah patung yang terbuat dari kayu, biasanya dibuat oleh masyarakat terdahulu Mamasa yang berbentuk manusia.
“Kemungkinan ini dibuat sebelum adanya foto, sehingga pembuatan patung tau-tau ini menyerupai manusia. Patung ini dibuat biasanya menyerupai dengan anggota keluarganya,” jelas Anna, Rabu (10/11).
Menurut Anna, biasanya patung dari kayu atau tau-tau ini dipajang di rumah atau di makam, namun saat ini karena ada foto maka sudah jarang ditemui.
“Karena biasanya ini sebagai kenang-kenangan untuk mengenang anggota keluarga,” ujar Anna.
Selain tau-tau, benda pusaka yang biasa dipamerkan hingga ke Belanda adalah perlengkapan perang seperti talebong karua (topi perang) yang terbuat dari kayu, tanduk kerbau, koin, serta bulu ayam.
Ada juga baju perang yakni babu’ kara (baju zirah) yang terbuat dari rotan, kerang, dan tanduk kerbau juga dilengkapi dengan tora-tora (kalung laki-laki) yang terbuat dari kayu dan taring.
Selain itu, Mamasa juga memamerkan benda bersejarah lainnya seperti sambu’ atau selimut khas Mamasa menyerupai sarung yang sudah berusia ratusan tahun yang terbuat dari kapas.
Terdapat juga doke (tombak), gaya (keris), miniatur rumah adat tradisional (banua tongkonan Mamasa), serta miniatur keris yang terbuat dari batu giok. (Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia