Super Tax Deduction. Sumber foto: kemenperin.go.id
Jakarta, mandarnews.com – Pemerintah bertekad untuk mendorong sektor industri manufaktur agar terlibat aktif menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang).
Langkah strategis ini ditempuh guna memacu produktivitas dan inovasi di sektor industri, sehingga mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus daya saing Indonesia.
Komitmen itu terwujud melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Regulasi ini telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 25 Juni 2019.
“Insentif super tax deduction diharapkan efektif mendorong para pelaku industri untuk berlomba-lomba menyediakan pendidikan dan pelatihan vokasi, sehingga daya saing SDM Indonesia di masa depan semakin meningkat. Hal ini sesuai program prioritas dalam implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0,” beber Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Haris Munandar di Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Haris menjelaskan, aturan pemberian insentif pajak super tax deduction untuk pendidikan vokasi dalam rangka penguatan SDM bidang industri dituangkan dalam Pasal 29B.
“Disebutkan, kepada wajib pajak badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan SDM diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan,” ungkap Haris.
Hingga saat ini, lanjutnya, sudah ada 855 perusahaan yang bekerja sama dalam rangka meningkatkan vokasi dengan sekitar 4.500 perjanjian yang melakukan kerja sama mendukung 2.600 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Upaya tersebut merupakan pembelajaran strategis untuk mencapai efektivitas dan efisiensi tenaga kerja sebagai bagian dari investasi SDM berkompetensi,” papar Haris.
Ia menjabarkan, pemberian insentif fiskal tersebut juga dapat mendorong inovasi produk manufaktur melalui hasil kegiatan riset di sektor industri.
“Dengan super tax deduction, diharapkan investasi pada kegiatan riset dapat mencapai 2% dari produk domestik bruto (PDB),” ujar Haris.
Peningkatan jumlah investasi ini juga merupakan target dari penerapan industri 4.0 di Indonesia.
“Sedangkan insentif pajak untuk industri atau usaha yang melakukan litbang, dituangkan dalam Pasal 29C ayat (2) pada PP tersebut,” kata Haris.
Pasal tersebut menyebutkan, tambahnya, kepada wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan litbang tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang tertentu di Indonesia, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.
“Kegiatan litbang tertentu sebagaimana dimaksud merupakan kegiatan litbang yang dilakukan di Indonesia untuk menghasilkan invensi, menghasilkan inovasi, dan penguasaan teknologi baru,” sebut Haris.
Ia mengemukakan, sejak awal, pihaknya telah mengusulkan hal ini karena industri itu tidak lepas dari teknologi dan pengembangan produk kedepan yang membutuhkan SDM berkualitas.
“Berdasarkan laporan indeks daya saing global atau The Global Competitiveness Report 2018 yang diterbitkan World Economic Forum, Indonesia menempati peringkat 45. Adapun dalam hal kemampuan inovasi, Indonesia berada pada peringkat ke-68,” ucap Haris.
Sementara itu, terangnya, pasal 29A dalam PP tersebut juga mengatur tentang pemberian insentif kepada industri yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha yang berbasis padat karya.
“Kepada usaha tersebut, dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu,” tutur Haris.
Ia berharap, jumlah perusahaan yang akan mendapat intensif ini dapat mencapai 10% dari total industri besar sedang yang ada di Indonesia.
“Kemenperin akan terus mendorong agar semakin banyak perusahaan yang menyediakan program pelatihan dan pendidikan demi meningkatnya kualitas SDM di Indonesia,” tukas Haris.
Kalau dihitung secara kasar, bebernya, perusahaan industri besar sedang dari data Badan Pusat Statistik (BPS) itu ada sekitar 32 ribuan. Anggaplah 10% sudah 3.000-an.
PP tentang pemberian insentif pajak pada pelaku usaha yang memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional tersebut, mulai berlaku pada tanggal diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly pada 26 Juni 2019. (rilis Kemenperin)
Editor: Ilma Amelia