Majene, mandarnews.com – Dewan Pengurus Pusat Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Indonesia Mandar Majene (DPP IPPMIMM) menggelar diskusi publik untuk membincang sistem pemantauan dan penyelamatan nelayan Majene. Kegiatan diskusi publik dilakukan akibat maraknya nelayan Majene yang hilang tiga tahun terakhir.
Diskusi publik digelar di halaman kolam renang Lambe-lambe, Desa Bukit Samang, Jumat malam dari pukul 20.30 sampai pukul 24.00. Diskusi sebenarnya dijadwalkan mulai pukul 19.00 tapi berhubung para nelayan datangnya telat, maka dimulailah pada pukul 20.30. Menurut Wanto, selaku moderator sekaligus ketua panitia kegiatan, ada pertimbangan lain bagi sebagian nelayan sehingga tidak hadir pada malam itu.
“Sebenarnya banyak yang akan hadir tapi kondisi cuacanya baik bagi mereka untuk maccumi,” ungkap putra wakil bupati Majene Lukman Nurman itu.
Dari pihak pemerintah, DPP IPPMIMM menghadirkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Dari pihak nelayan, hadir belasan masyarakat Labuang dan Somba. Seorang pengamat kemaritiman Ridwan Alimuddin turut dihadirkan sebagai pemberi solusi.
Kepala Bidang Pengendalian DKP Kab. Majene, Harun, menyampaikan semua nelayan sebaiknya memiliki kartu nelayan karena dengannya nelayan dapat memiliki asuransi tapi sejauh KTPnya menunjukkan identitas nelayan. Selain itu, juga harus melengkapi surat-surat kapalnya agar tidak terkendala oleh Pol Air dan TNI AL saat melaut.
“Meskipun banyak kita peroleh ikan, kalau suratnya tidak ada, karena pasar Asia itu selalu mempertanyakan ini ikanmu dari mana? Legal atau tidak? Itu ditandai dengan pembuktian surat dokumen,” kata Harun.
Ia juga menyampaikan kepada hadirin bahwa apabila nelayan mengalami kecelakaan di darat dan menyebabkan meninggal dunia, maka besaran asuransi yang diperoleh sebesar 160 juta rupiah. Jika kecelakaannya di laut maka asuransinya sebesar 200 juta rupiah.
Kepala BPBD Mansyur, memulai pembicaraannya dengan sebuah kalinda’daq untuk menghibur hadirin.
“Rapanga manduru ittang mallolongang jamarro (bagai memungut intan memeroleh jamrud), di malanna tau sipeo-peoroang (berkesempatan duduk bersama),” mulainya.
Mansyur mengatakan kita di sini duduk bersama akan mendapat pengetahuan sekaitan nelayan. Karena itu diskusi seperti ini sangatlah baik untuk dilakukan.
Dalam kesempatan tersebut ia juga mengingatkan pada para nelayan dengan nada humor, semestinya para nelayan memiliki kompetensi menyalakan mesin. Sebaiknya juga memperhatikan imbauan dari BMKG. Tidak hanya itu, Mansyur juga mengatakan agar para nelayan jangan abai terhadap kesehatannya.
“Biar sakit, melaut juga sendiri. Sakit tekanan darah, jantung, tapi makan juga cumi,” katanya menghibur hadirin dan hadirin pun tertawa.
Tiga Tahun Terakhir 18 Nelayan Hilang
Ridwan Alimuddin, pengamat kemaritiman menjelaskan, dari tiga tahun terakhir ia mencatat 18 kejadian nelayan hilang di Kabupaten Majene berdasarkan dokumen yang diperoleh dari Mandar News. Dan di tahun 2018 ini sudah ada tiga kejadian.
Pada tahun 2016 tercatat lima kejadian, 2017 ada sepuluh kejadian, 2018 tiga kejadian. Sebagian besar jenis perahunya adalah sandeq kecil yang digunakan oleh paccumi, katinting yang menggunakan mesin, dan sebagian pakai layar. Adapun musim dari semua kejadian di atas, yakni musim timur 14 kejadian. Sedang pada musim barat 4 kejadian. Itulah analisa dari Ridwan.
Jaket RLB
Ridwan menyarankan solusi pada Pemkab Majene agar memprogramkan pengadaan alat yang disebut Reasonal Locator Beacon (RLB). Semacam jaket yang dilengkapi chip bernama SOS. Alat ini bisa memantau keberadaan siapa saja dan di mana saja dari darat. Alat tersebut jika ditekan selama lima detik, dan dengan hitungan detik pula langsung ada pemberitahuan via sms secara online karena kerjanya langsung ke satelit lalu diteruskan ke alat elektronik seperti laptop atau handphone secara online.
“Alat ini relatif murah. Sudah marak digunakan oleh pelaut di Bali. Kalau Pemkab mau itu bisa. Ini kita sayangkan kalau kejadian seperti ini selalu terjadi,” kata Ridwan.(najib)