Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Arfi Hatim. Sumber foto: kemenag.go.id
Makassar – Sejumlah perusahaan mengembangkan market place yang menawarkan paket umrah. Hal ini pun menjadi perhatian Kementerian Agama (Kemenag).
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Arfi Hatim menyampaikan, market place itu tidak boleh berperan sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang dapat memberangkatkan jamaah umrah ataupun haji khusus.
“Perusahaan market place tersebut hanya bisa menjadi jembatan atau tempat berjualan saja,” ujar Arfi saat menjadi pembicara dalam Kegiatan Jagong Masalah Haji dan Umrah (Jamarah) di Makassar, Rabu (11/12/2019).
Arfi menjelaskan, larangan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Pasal 121 misalnya, mengatur bahwa setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PIHK dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah Haji Khusus, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah),” kata Arfi.
Sedangkan, lanjutnya, Pasal 122 menyebutkan, setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah Umrah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
“Meski demikian, kami mendorong PPIU untuk memanfaatkan teknologi dalam tata kelola penyelenggaraan umrah dan haji khusus. Dalam memasarkan produk atau paket, PPIU bisa mengombinasikan antara penjualan online dan offlinenya,” ucap Arfi.
Ia menerangkan, beberapa PPIU sudah punya aplikasi sendiri dan yang tidak bisa memanfaatkan teknologi akan tergilas dalam persaingan. (rilis Kemenag)
Editor: Ilma Amelia