Ibu Marwiah menunjukkan sampah kemasan air botol aqua untuk digolongkan khusus
Majene, mandar news.com – Seorang ibu rumah tangga (IRT) di Lingkungan Passarang, Kelurahan Totoli, Kecamatan Banggae Kabupaten Majene mengaku menggeluti profesi sebagai pemulung selama tujuh tahun. Ibu ini bernama Marwiah (54 tahun). Suaminya bekerja sebagai nelayan.
Marwiah berterus terang, sebetulnya sudah mulai menjalani hari-harinya sebagai pemulung selama kurang lebih sepuluh tahun. Akan tetapi dia baru serius memulung selama tujuh tahun terakhir.
Sampah-sampah yang ia kumpulkan ialah sampah jenis plastik seperti kemasan air gelas, kemasan teh gelas, serta kemasan air botol aqua dan semacamnya. Sampah jenis batang kayu pun dikumpulkan oleh ibu Marwiah. Selain sampah plastik dan kayu, tempurung kelapa juga jadi sampah pilihan olehnya.
“Dibeli juga (tempurung kelapa) 1000 rupiah/kg,” ungkap Marwiah, ketika disambangi kemarin, Selasa (3/7).
Sampah plastik dan tempurung kelapa dijual kepada salah satu agen. Sementara itu kayu yang dikumpulkannya dijual ke pengusaha industri batu-bata di Kelurahan Lembang, Kecamatan Banggae Timur, untuk mereka pakai membakar batu-bata.
Ia mengaku, di sekitaran wilayahnya hanya dia yang memulung sampah untuk dijual. Sampah jenis kayu dijualnya 170 ribu rupiah per mobil ukuran ‘open cup’ dan 500 ribu rupiah per truk.
Sudah empat bulan lamanya Marwiah belum menjual sampah hasil memulungnya. Katanya, agen langganannya meminta agar dikumpulkan saja dulu. Supaya nanti sekali angkut.
Baru kali ini sampah yang dikumpulkannya melimpah banyaknya. Menurutnya, hal ini karena pengaruh cuaca. Jadi sampah banyak yang mengalir. Sampah yang sudah dikumpulkannya juga tidak lantas dijual karena mesti dibersihkan dulu. Dipisah-pisah.
“Kalau sampah plastik warna putih warna putih disatukan juga,” katanya sambil menunjukkan kemasan air botol yang telah dikumpulkannya beberapa waktu lalu.
Marwiah mengatakan, apabila yang didapatnya adalah sampah jenis kayu, anak-anaknya ikut mengangkatnya sampai ke tanggul pantai. Dirinya hanya mendorong hingga ke bibir pantai.
Pekerjaan memulung ini dilakukannya hampir setiap hari selama tujuh tahun terakhir. Ia hanya beristirahat apabila waktu salat tiba. Jam 4 subuh Marwiah sudah meninggalkan rumah untuk mencari sampah kayu dan plastik yang hanyut dari laut. Sering ia baru pulang ke rumah setelah waktu salat Isya tiba. Kadang air setinggi dadanya kala ia sedang mengambil kayu di laut.
Ia bercerita, sudah melahirkan sebanyak tujuh belas kali. Namun tujuh di antaranya meninggal dunia. Dengan kata lain, anak Marwiah yang hidup bersisa sepuluh orang. Dari kesepuluh anaknya tersebut, lima di antaranya sudah berkeluarga, yakni anak pertama sampai ke lima. Marwiah mengaku dijodohkan oleh orangtuanya pada umur 13 tahun.
Kini, dengan menjadikan sampah sebagai mata pencahariannya, ia berharap dibantu oleh pemerintah untuk pengadaan motor tiga roda (bentor).
“Supaya mudah diangkut oleh mobil karena terlalu jauh mereka ke sini mengangkut (dari pantai ke pinggir jalan),” harapnya.(najib)