DR KH Mochtar Husenin/ Foto : Urwan
- Penulis : Prof Ahmad M. Sewang
- Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Mandarnews.com – Saya termasuk sangat terkejut mendengar kepergian almarhum Mochtar Husein menghadap Sang Ilahi. Sebab kami baru saja bertemu merayakan hari ulang tahun perkawinannya ke-50 beberapa hari lewat, tepatnya 24 September 2017 di sebuah restoran di Limbung. Menurut isteri beliau, ketika anaknya merancang hari ulang tahun perkawinan emas itu mulanya di hotel.
- Baca juga : Ayahanda Zainal Arifin Mochtar Meninggal Dunia
Almarhum sendiri menolaknya, dia menginginkan di tempat sederhana. Saya beruntung bisa hadir di hari ulang tahun itu dan di sanalah saya bisa menyaksikan wajah beliau terakhir kalinya. Kelihatan beliau masih sehat wal afiat walau harus duduk di atas kursi roda.
Sejak kanak-kanak kami mengenalnya sebagai seorang ulama terpelajar. Dia menjadi idola bagi kami di Kampung Pambusuang, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar). Setiap pulang kampung, selalu memberi ceramah di masjid. Dia pun menyempatkan dan mengajar kami berceramah.
Jarang kami menemukan seorang ulama yang fasih berceramah sekaligus bisa menuangkan pikirannya melalui tulisan di mass media saat itu. Beliau memang satu angkatan dengan Prof. Baharuddin Lopa dan Prof. Basri Hasanuddin. Ketiganya lahir di kampung yang sama, Pambusuang. Merekalah sebagai perintis untuk lanjut studi di Makassar.
Mereka dapat dikatakan manusia beruntung yang bisa lolos dari seleksi alam kekacauan di Mandar. Orang seangkatan mereka banyak yang tidak bisa lanjut studi. Paling tinggi hanya tamat SR (Sekolah Rakyat). Tidak heran jika mereka nantinya memiliki tempat terhormat di masyarakat. Baharuddin Lopa adalah sarjana pertama orang Mandar tahun 1962 dan jadi bupati (Majene) termuda umur 25 tahun sampai sekarang.
Basri Hasanuddin orang Mandar pertama yang duduk sebagai rektor di universitas beken Indonesia bagian timur, Universitas Hasanuddin, dan Mochtar Husein sebagai orang Mandar pertama yang bisa mengintegrasikan antara keulamaan dan kewartawanan.
Mochtar Husein memberi pengaruh besar terhadap masyarakat di kampung untuk lanjut studi di awal tahun 1970-an. Saya sendiri termotivasi meninggalkan kampung setelah mengikuti ceramah beliau di mimbar Islam RRI tahun 1967. Setelah ceramahnya selesai, reporter RRI mengomentari dan memperkenalkannya kembali dengan mengatakan, “Itulah tadi mimbar Islam yang disampaikan Mochtar Husein B.A.”
Komentar singkat itu, membuatku termotivasi dan berdoa pada Allah swt., “Ya Allah, semoga saya bisa jadi B.A. seperti Mochtar Husein.” Itulah kemudian mendorong saya lanjut ke SP IAIN di Polewali. Selesai di SP IAIN tahun 1973, saya langsung masuk ke Fakultas Adab IAIN Alauddin Makassar.
Wassalam,
Makassar, 8 Oktober 2017