Menteri PPPA menyatakan pandemic covid-19 semakin memperburuk ketimpangan gender. Waktu di rumah, perempuan rentan mendapat kekerasan padahal rumah seharusnya paling aman bagi mereka. Kebijakan bekerja di rumah dan banyaknya PHK semakin mengancam kesejahteraan perempuan. Kerentanan ini, menurut Menteri, bukan disebabkan diri perempuan lemah tapi konstruksi sosial yang dimiliki dibanding laki-laki.
Di sisi lain, Menteri PPPA memaparkan bahwa jumlah perempuan adalah hampir setengah populasi penduduk Indonesia sehingga perempuan adalah kekuatan Bangsa Indonesia. Sebanyak 71 persen perawat adalah perawat perempuan. Perempuanlah yang biasa memastikan kondisi kesehatan keluarganya. Perempuan dapat menyuarakan disiplin protokol kesehatan yang efektif.
Namun kekuatan perempuan, kata Menteri, dapat dimaksimalkan atau dapat terwujud jika sinergi yang kuat antar sektor dapat dilakukan. Ia berharap agar semua pihak mengambil peran masing-masing dalam berbagai hal.
Pribudiarta berpandangan bahwa ternyata perempuan itu adalah subyek dan sekaligus juga obyek pembangunan. Sehingga mereka harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan harus dilibatkan dalam proses-proses pembangunan.
Terkait dengan masa pandemic covid-19 pada saat ini sampai pada suatu kesimpulan bersama bahwa ada suatu kompleksitas yang dihadapi terkait dengan perempuan. Dari mulai level yang perempuan itu sendiri kemudian perempuan dalam keluarga.
“Dalam keluarga, terbangun budaya, perempuan dianggap paling bertanggung jawab dalam urusan kesehatan, urusan sanitasi, urusan gizi, pendidikan, pengolahan ekonomi keluarga. Sehingga kemudian dalam masa pandemic tentunya perempuan yang paling merasakan yang paling pertama dampaknya karena income keluarga menurun akibat melemahnya ekonomi dalam rumah tangga karena harus memenuhi banyak kebutuhan, harus ada hand sanitizer, vitamin dan lainnya,” kata Pribudiarta.
Dampaknya itu tentunya menyebabkan tekanan dalam urusan mengatur uang dalam keluarga. Hal ini dinilai bisa menimbulkan kondisi stress dalam keluarga.
Persoalan lain yang kemudian timbul adalah perspektif masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan anak itu harus menjadi tugas ibu, padahal peran ayah tentunya juga punya peran di sana di dalam mengasuh anaknya. Dalam media sosial juga dapat dilihat selalu yang ditonjolkan adalah bagaimana peran ibu di dalam memberikan pendidikan buat anak-anaknya terkait dengan pendampingan pembelajaran jarak jauh.
Jadi sekitar 66,7 % dilakukan oleh perempuan, dilakukan oleh ibu.Ā Belum lagi kalau berbicara perempuan yang bekerja. Meski pun melakukan kerja dari rumah namun beban kemudian akan jauh lebih berat, sistem bekerja di rumah memiliki produktivitas yang sama dengan bekerja di kantor.