Diskusi ini tak hanya mencari dan mengangkat persoalan dampak pandemic covid-19 terhadap meningkatnya kekerasan perempuan dan anak. Tapi juga mencari solusi dan langkah apa yang harus dilakukan. Dalam mencari solusi ini, semua pembicara juga sepakat bahwa perlu dilakukan langkah yang strategis agar masalah ini segera teratasi. Dan semua meyakini itu bisa dilakukan dengan sinergitas antar elemen. Peran media dan laki-laki menjadi urat nadi utama dari elemen yang harus dilibatkan.
Sebenarnya Kementerian PPA telah banyak melakukan langkah-langkah strategis. Seperti dipaparkan Pribudiarta dalam diskusi ini. Di antaranya bentuk kongkrit yang dilakukan adalah layanan physikologis untuk sakit jiwa, dan kemudian ada hot line 119 ext 8 yang merupakan pengaduan dengan mempergunakan platform tersendiri.
Kementerian PPPA juga mendorong menginisasi pencegahan masyarakat berupa gerakan bersama jaga keluarga kita dengan hastag “#gerakan berjarak” yang melibatkan seluruh komponen masyarakat hingga di tingkat desa. Untuk sampai implementasi di tingkat desa mereka juga mengembangkan MoU dengan kementerian/lembaga yang mempunyai program sampai ke tingkat desa.
“Kami bekerjasama dengan Kementerian Desa PDT, Kemensos, BKKBN, Kementerian Dalam Negeri dan beberapa kementerian lain yang mempunya fokus garapan program sampai ke tingkat desa. Agar kita bersama-sama memastikan bahwa di tingkat paling bawah perlindungan terhadap perempuan dan anak bisa terjadi,” papar Pribudiarta.
Kementerian PPPA juga menyusun berbagai protokol terhadap perlindungan perempuan dan anak di masa pandemic sebagai panduan bagi pemberi layanan perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan. Ada juga layanan pengaduan pendampingan, pendampingan rujukan, dukungan psiko sosial dan penyediaan rumah aman.
“Kami juga bekerja sama dengan dunia usaha untuk meningkatkan upaya pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak korban covid-19,” imbuhnya.
Langkah terbaru dari Kementerian PPPA adalah menyusun protokol kesehatan keluarga pada masa pandemic covid-19 sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan bagi anggota keluarga, khususnya bagi kelompok-kelompok yang rentan di dalam keluarga.
Tapi dari beragam langkah tersebut tak juga mampu mengubah fakta melonjaknya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam masa pandemic covid-19.
Sehingga Kementerian PPPA percaya untuk memulihkan kondisi terpuruk perempuan terutama di masa pandemic covid-19 ini, perlu mendorong semua pihak dari lingkup sosial terkecil yaitu keluarga untuk memberikan ruang yang setara dalam pengelolaan sektor domestik. Peran laki-laki dan media juga perlu terlibat.
“Ada peran laki-laki di situ, karena itulah Kementerian PPPA juga mendorong laki-laki dan perempuan untuk bersama-sama mengelola ruang domestik itu. Wartawan juga merupakan aktor penting sebenarnya yang harus terlibat, anggota organisasi masyarakat juga penting terlibat bersama-sama,” katanya.
Kementerian PPPA meyakini, perempuan juga memiliki potensi besar untuk berkembang dan berperan serta dalam pembangunan bangsa karena itu juga mendukung kerja sama dengan semua pihak, baik itu pemerintah, lembaga masyarakat, agama, akademi, anggota profesi, rekan-rekan media dalam upaya perlindungan perempuan lebih komprehensif sehingga dampaknya lebih luas.
Dengan keyakinan itu, Kementerian PPPA melahirkan motto “Kolaborasi Demi Perempuan Berdaya Anak Terlindungi Demi Hidupnya Maju.”
Tak cuma pihak Kementerian PPPA yang meyakini keterlibatan media menjadi suatu hal yang mutlak. Tapi keyakinan itu juga datang dari praktisi media itu sendiri.
“Kita (media massa) adalah corong hebat untuk menyampaikan apa pun, edukasi apa pun untuk isu-isu paling baru. Yang penting kita ngomongnya gimana agar keinginan audiens yang sesuai dan kontennya memang harus. Kita ndak bisa lagi hanya one to many, melempar satu isu lalu berharap semua orang melakukan sesuatu dari situ. Kalau ini memang tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan audiens kita maka akan sia-sia aja dan dalam topik yang kita bicarakan saya kira kita sebagai media yang fungsinya sebagai edukasi yang mungkin ini agak mulai terlupakan, kita selalu to inform, menjadi watch dog, the force stage, jangan lupa media itu mempunyai fungsi yang sangat besar yaitu mengedukasi,” kata Petty, pemimpin redaksi Femina.
Petty menyebut, tidak ada cara lain kalau buakan bahwa sama-sama mengerti perempuan. Kata dia, itu suatu keniscayaan yang hubungannya kemanusiaan bukan siapa yang lebih kuat.