Sementara DR. Binayati Rusyidi menyampaikan resep-resepnya, yaitu :
– Harus dibangun suatu konstruksi berdasarkan partnership, tidak boleh hanya kepada perempuan diberikan bebannya. Ayah memiliki peran yang setara mendidik anak.
– Pers tidak hanya menjadi sarana informasi tapi edukasi stori yang dibangun. Bukan hanya kehebatan ibu dalam mendidik anak, mungkin juga bisa angkat cerita bagaimana ayah atau kakek bisa tunjukkan di dalam mengasuh keluarganya, perlu diseimbangkan itu supaya masyarakat melihatnya.
– Mengurangi peran perempuan di wilayah domestik wilayah privat, di mana konsensus yang dibangun kerja sama tapi di lain sisi tidak boleh ada yang menyentuh wilayah privasi. Perlu ada lembaga yang bisa meningkatkan kapasitas mereka tapi di lain sisi bisa menikmati me time.
Sementara Nova menyatakan, yang paling penting adalah bagaimana laki-laki punya pemikiran mau peduli. Salah satunya cara dengan mengedukasi, workshop, seminar.
Lembaga yang diasuh Nova pernah melaksanakan kegiatan dengan melibatkan 50 laki-laki. Yang kemudian laki-laki ini kemudian berperan mengedukasi laki-laki lain untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta mendorong perempuan itu untuk maju. Penting laki-laki mengedukasi laki-laki.
Nova mengusulkan perlunya ada pelajaran biologi histori. Perlu pula tambahan pelajaran khusus agar bagaimana perempuan itu dihormati.
Tentang peranan pers, Nova mengaku sangat menarik melihat media yang memberitakan perempuan secara positif, jadi bukan hanya memberitakan tentang tubuh perempuan.
Nova pun meminta dewan pers untuk menyortir pemberitaan di media. Dewan pers, kata dia, sangat besar sekali perannya bisa menyortir pemberitaan perempuan yang selalu menjurus ke perempuan-perempuannya yang selalu dijudge. Artikel dapat berperan besar mengubah mindset.
Agung Dharmajaya dari Dewan Pers, menyerukan agar pers menyampaikan diksi yang baik. Untuk mencapai harapan itu, mendorong agar semua media harus uji kompetensi. Dalam uji kompetensi diberikan edukasi yang baik.
“Mari sepakat bahwa kita bisa menyampaikan suatu pesan tapi dikemas dengan baik. Orang bisa tahu apa yang disampaikan tidak dengan vulgar. Lebih jujur menyampaikan sesuatu. Mari bergandengan tangan apa pun ceritanya, mari kita syukuriĀ mari kita hentikan kriminalisasi terhadap perempuan dan anak mari juga kita hilangkan kekerasan anak di ranah publik dan pribadi. Mari tingkatkan pelayanan umum yang lebih pro kepada perempuan,” ajak Ketua Komisi Hukum Perundang-undangan Dewan Pers itu.
Tampak semangat, harapan dan optimistis dari para pembicara ini untuk bisa bangkit menghadapi dampak pandemic covid-19 terhadap perilaku kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kuncinya adalah saling bersinergi mengoptimalkan peran masing-masing. (*)