Dewasa ini, kain hasil tenunan sutera
khas Mandar sudah tidak diragukan lagi corak dan kualitasnya. Tenunan sutera “Lipaq Saqbe Mandar” memiliki ragam corak tersendiri yang tidak sama
dengan daerah lainnya. Jadi, wajar saja jika kain sutera Mandar sudah diminati
banyak orang di seantero nusantara ini. Bahkan, desainer sekelas Ivan Gunawan
pun melirik kain sutera hasil tenunan kaum perempuan Mandar tersebut.
Tercatat dalam sejarah rekor Muri Kabupaten
Polewali Mandar, pada Agustus 2013 lalu, kain hasil tenunan sutera Mandar
adalah merupakan penghargaan rekor Muri yang kelima. Tenunan kain sutera Mandar
sepanjang 1.973 meter, berhasil tercatat dengan nomor 6121 dalam rekor Museum
Rekor Indonesia (Muri). Bahkan, kain sutera yang berhasil dibuat tersebut,
sekaligus kain sutera yang terpanjang di dunia saat ini.
Kain sutera dengan motif tenunan khas
Mandar yang panjangnya hampir 2.000 meter itu dibuat dalam jangka waktu selama
dua setengah bulan. Sebanyak 504 orang penenun yang berasal dari 25 kelompok
pengrajin atau panetteq. mereka
membuat tenunan sepanjang 1973 meter dalam 12 motif atau corak yang berbeda
beda.
Sebagai orang Mandar kita semua turut
berbangga dengan prestasi tersebut, karena itu diharapkan kita semua turut berpartisipasi
dalam melestarikan kekayaan budaya Mandar. Selain memecahkan rekor dunia, kain
sutera Mandar pun sudah dipatenkan menjadi hak cipta masyarakat Mandar, dan
sudah terdaftar di HAKI.
Geliat Mandar
Sutera Colection”Lipa Saqbe Mandar”
Sebagai upaya dalam melestarikan
kekayaan budaya lokal Mandar, Pemerintah Daerah Polewali Mandar mewajibkan kepada
pegawai negeri maupun swasta yang bekerja di instansi Pemda Polewali Mandar
maupun instansi vertikal untuk mengenakan baju kain sutera Mandar bermotif sandeq
pada setiap hari Kamis dan Jum’at. Hal ini dimaksudkan agar kita semakin
mencintai hasil karya daerah sendiri, yakni batik lokal “ Sureq Sandeq” dengan
bahan dasar kain sutera Mandar.
Dalam mendukung program pemerintah
tersebut, salah satu kelompok tani pengrajin sutera di Desa Ongko tertarik melestarikan
dan mengemas kain sutera Mandar ini agar lebih bernilai. Sebut saja Kelompok Tani
“Lipa Saqbe” yang diketuai Alimuddin, seorang Sarjana Pendidikan Sejarah UNM
Makassar. Bersama KT “Lipa Saqbe”, Alimuddin bertekad lebih mengembangkan usaha
sutera ini agar mampu mendorong peningkatan perekonomian masyarakat.
Kelompok Tani Lipa Saqbe yang
dinahkodai Alimuddin, memulai usahanya dengan membudidayakan tanaman murbei dan
pemeliharaan ulat sutera. Kemudian kokong yang dihasilkan ulat sutera tersebut,
dipintal secara tradisional menjadi untaian benang sutera asli. Selanjutnya,
oleh kelompok perempuan (Kelompok Tenun Lipa Saqbe Padzang) menenun benang
sutera itu menjadi kain sutera dalam beragam corak dan motif khas lokal Mandar.
Sutera asli tenunan tradisional Kelompok Tenun Lipa Saqbe Padzang, kini telah
banyak memproduksi berbagai warna, corak dan motif atau dalam bahasa Mandar
disebut “sureq”.
. Selain
kelompok tani dan kelompok tenun yang dibina Alimuddin, dirinya juga mendirikan
sebuah koperasi di desanya. Koperasi ini bernama Lipa Saqbe Mandar yang
didirikan pertengahan tahun 2015 lalu. Hingga kini, usaha koperasi ini semakin
bergerak maju dan berkembang.
Koperasi yang dikelola empat orang
ini bergerak dibidang menjahit khusus kain sutera. Sudah banyak hasil
produksinya yang dijual ke berbagai kalangan. Ada yang pesan secara partai,
misalnya instansi – instansi pemerintah, sekolah, atau pun perorangan.Disini
berbagai ukuran telah disiapkan dengan corak dan motif yang beraneka ragam.
Namun ciri khas dari hasil produksi Mandar Sutera adalah motif Sandeq yang
selalu melekat.(arja)