Penulis : Zulkarnain Hasanuddin,SE,.MM.
(Founder Garansi Institute)
Pemungutan suara pada pemilihan kepala daerah dalam pilkada serentak sudah didepan mata. Tanggal 27 November 2024 pemilih di 415 kabupaten, 93 kota dan 37 provinsi akan menunaikan hak pilihnya. Diharapkan hajatan demokrasi 5 tahunan di seluruh daerah bisa berjalan demokratis. Pemilih pun harus dapat memberikan hak pilihnya dengan bebas, aman dan rahasia. Tanpa intimidasi. Memilih bebas sesuai kalkulasi ,tabayyun dan hati nuraninya. Karena hak memilih dan tidak memilih dijamin konstitusi.
Tahapan pelaksanaan debat sebagai salah satu arena kampanye yang difasilitasi oleh KPU Provinsi dan kabupaten, menjadi ruang seleksi sekaligus evaluasi bagi seluruh pemilih terhadap pasangan calon yang berkompetisi, dengan melihat visi misi dan program yang dipaparkan dengan melihat relevansi serta kesesuaian persoalan daerah masing-masing dapat menjadi salah satu indikator atau variabel dalam mempertimbangkan dan menentukan pilihannya nanti di TPS. Selain melihat visi misi dan program dalam debat yang dilaksanakan oleh penyelenggara, para pemilih juga dapat menyeleksi pasangan calon dengan mengulik dan menelusuri rekam jejak para calon sebagai cara dalam memproteksi dan memprediksi apa yang akan mereka lakukan setelah terpilih dalam memimpin daerahnya 5 tahun kedepan, sehingga rakyat sebagai pemilih akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang meritokrat dan punya kapasitas dan memahami solusi persoalan yang dihadapi daerah dan wilayahnya.
Pesta demokrasi yang notabene adalah milik rakyat, jangan sampai dirusak oleh tindakan dan perbuatan yang justru meracuni demokrasi itu sendiri. Semua elemen yang terlibat dalam Pilkada, mewujudkan pesta pemilihan yang bermartabat. Pemilihan yang bebas dari ujaran kebencian, fitnah, hoax dan tuding menuding tanpa dasar. Apalagi pemungutan suara tinggal menghitung hari. Semua pihak harus menahan diri. bersama-sama menciptakan situasi yang sejuk. Sehingga pemilih bisa menunaikan hak pilihnya dengan riang gembira dan dalam suasana yang berdaulat.
Pilkada serentak 2024 ini dapat kita lihat tensi politiknya cenderung meningkat dengan manuver politik yang kerap kali dapat menimbulkan polarisasi di masyarakat. Kampanye dan retorika politik yang menggunakan isu-isu yang menjadi kelemahan lawan, namun dapat memecah belah masyarakat, menimbulkan ketegangan dan ketidakpercayaan antar kelompok.
Hal ini dibuktikan beberapa bulan terakhir media sosial dihampir seluruh flatform disesaki dengan saling serang antar tim pemenangan baik yang bersifat negatif campaign bahkan kecenderungan ada yang black campaign dan body shaming, sehingga sangat dibutuhkan keteduhan agar tidak membawa ke jurang perpecahan didalam masyarakat, namun berharap semua dewasa dalam menyikapi perbedaan tersebut sebagai sebuah keniscayaan dalam setiap kontestasi merebut kekuasaan dan berharap dapat menjadi perekat persatuan dalam keragaman dan perbedaan pasca 27 November 2024, dimana semuanya kembali bersama-sama dalam mengisi dan mengawal pemerintahan oleh pemenang Pilkada.
Kampanye sebagai sebuah sarana yang disiapkan oleh penyelenggara pemilihan, diharapkan menjadi arena saling membantai gagasan, saling mengintrupsi kesalahan sekaligus menjadi arena kompetisi pikiran, sehingga rakyat sebagai pemilih pun akan menggunakan pikirannya dalam mengikuti program-program pasangan calon. Pertarungan yang diharapakan oleh pemilih bukan pertarungan bebas yang tanpa konsep dan gagasan, karena pemilih harus diberikan menu-menu kampanye yang menggoyang lidahnya hingga akan terbentuk rasa senang dan suka pada menu serta penyaji penyaji menunya dan disaat yang sama pemilih akan jatuh cinta dan dengan rasa bahagia dan senang akan memilihnya di TPS nanti.
Dari berbagai kondisi itu, kita semua tentu harus menjaga harapan. Pilkada tahun 2024, mampu melahairkan kepemimpinan yang transparan, akuntabel, dan inklusif untuk membangkitkan keterlibatan masyarakat dan mewujudkan kebijakan yang adil dan merata, sebagaimana Amanat Konstitusi, UUD NRI 1945 serta memberikan dukungan serta support pada penyelenggara baik itu KPU maupun BAWASLU dalam menjalankan amanat konstitusi untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah yang berdaulat dan bermartabat untuk menjaga demokrasi tetap milik rakyat yang diamanatkan pada pemimpin-pemimpin yang terpilih dalam emban amanah 5 tahun yang akan datang. (*)