Sumber ilustrasi : rri.co.id
Pelaksanaan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019 berbeda dengan tahun sebelumnya, yang tahun ini melaksanakan sistem zonasi. Niat baik pemerintah tentu disambut dengan baik juga oleh masyarakat, akan tetapi timbul berbagai macam pertanyaan. Apakah waktunya harus sekarang?
Sebagaimana diketahui, sistem zonasi memungkinkan calon siswa hanya mendaftar pada sekolah yang berada di sekitar area tempat tinggalnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi favoritasi pada sekolah-sekolah tertentu sehingga terwujud pemerataan pendidikan.
Fakta yang terjadi di lapangan, banyak terjadi masalah dengan sistem zonasi tersebut. Di antaranya pemalsuan alamat, temuan-temuan titipan Kartu Keluarga (KK), server pendaftaran yang error, di berbagai tempat banyak sekolah yang pendaftarnya lebih dari kuota yang disediakan, sedangkan di tempat yang lain kekurangan pendaftar.
Aturan sistem zonasi yang kaku juga membuat calon peserta didik di daerah perbatasan dihadapkan pada pilihan sulit. Mereka tidak bisa mendaftar ke sekolah yang secara jarak lebih dekat karena di luar zonasinya.
Keluhan ini antara lain diungkapkan Murti, salah satu orang tua calon siswa asal Kendal, Jawa Tengah. Murti mengaku kesulitan mendaftarkan anaknya ke sekolah yang diincar selama ini karena domisilinya di luar zona sekolah. Dia pun hanya bisa pasrah karena pendaftaran tahun ini beda dengan tahun sebelumnya.
“Susah, saya kan tinggal di Kecamatan Kaliwungu, tapi anak saya ingin mendaftar di SMP Brangsong, soalnya jaraknya lebih dekat ke sini,” katanya saat mendaftarkan anaknya di SMP Negeri 1 Brangsong, Kendal. (Sindonews.com, 18/6).
Keluhan serupa diungkapkan Hakim, calon peserta didik asal Ciputat, Tangerang Selatan. Dia gagal mendaftar di SMA yang dia incar karena sudah ditolak panitia gara-gara tinggal di luar zona.
Selain persoalan zonasi, dalam PPDB tahun ini masih ditemukan banyak keluhan masyarakat yang kesulitan mendaftar. Hal ini membuat para pendaftar rela tinggal berjam-jam di sekolah yang dituju.
Saya melihat bahwa usaha pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan bagi setiap warga negara adalah tujuan mulia yang harus didukung. Kebijakan ini tentu untuk menurunkan kesenjangan kualitas pendidikan yang dapat kita temui di seluruh wilayah Indonesia.
Misalnya, kesenjangan kualitas pendidikan di desa dan kota, pusat dan pinggiran kota, serta Jawa dan luar Jawa. Mulai dari perbedaan kualitas guru, sarana dan prasarana, keterjangkauan teknologi informasi dan infrastruktur.
Pendidikan merupakan hak warga negara yang harus diberikan secara optimal oleh negara. Implementasinya, negara harus memastikan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan terwujud secara merata di seluruh daerah. Begitupun dengan kualitas pendidik yang berkualitas harus merata di seluruh Indonesia.
Pemerintah berkewajiban memenuhi segala keperluan dan kebutuhan mendasar bagi setiap warga negara Indonesia seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan secara optimal.
Lebih jauh dari itu, bukan hanya sekedar memberikan pelayanan yang baik dengan cara sistem zonasi yang diterapkan pada PPDB tahun ini. Tapi harus memastikan lebih dalam tentang hakikat dan tujuan pendidikan nasional.
Hal ini telah jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 3 tentang kewajiban pemerintah mengadakan sistem pendidikan nasional yang bertujuan melahirkan warga negara yang cerdas, beriman, dan berakhlak mulia.
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan UU.”
Serta dalam Pasal 31 Ayat 5 UUD 1945 dijelaskan bahwa:
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahtraan umat manusia.”
Tujuan pendidikan nasional telah menjelaskan bahwa pendidikan seharusnya mampu melahirkan generasi yang bertakwa, beriman, beradab, dan memiliki akhlak mulia. Sebagimana dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah untuk mengevaluasi lebih dalam tentang pencapaian tujuan pendidikan nasional ini. Hal ini menurut saya jauh lebih penting daripada soal sistem zonasi hari ini.
Dalam berbagai kesempatan, berbagai pertanyaan muncul akan keberhasilan dan ketercapaian tujuan pendidikan nasional.
Sudahkah kita melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa melalui proses pendidikan yang telah kita jalani ini?
Benarkah, bahwa peserta didik hari ini telah memiliki adab dan akhlak yang baik?
Apakah peserta didik kita telah cakap, kreatif, dan mandiri?
Dan begitu banyak lagi pertanyaan lainnya, sejauh mana standar keberhasilan tujuan pendidikan nasional telah dicapai. Evaluasi sangatlah penting untuk mengetahui kualitas yang telah dihasilkan dalam proses pendidikan kita hari ini.
Sebab, fakta yang terjadi di lapangan begitu banyak masalah yang kita dapati terjadi pada anak-anak peserta didik kita. Mulai dari kenakalan remaja, perkelahian, perzinahan, narkotika, dan bahkan sampai pembunuhan.
Hari ini, pendidikan seakan telah kehilangan ruhnya dari impian dan cita-cita yang telah tergambarkan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional kita.
Kita berharap, dalam berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah bukan hanya memperhatikan sifatnya secara teknis dan melupakan sesuatu yang lebih substansial. Semoga pendidikan kita melahirkan generasi yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, cakap, dan mandiri.(*)